Scroll untuk baca artikel
Blog

Partai Non Politik

Redaksi
×

Partai Non Politik

Sebarkan artikel ini

PADA 1960 Bung Hatta membuat partai yang bergerak di bidang kesejahteraan rakyat. Itu partai non politik, yang spesifiknya berkecimpung di jagad koperasi. Bung Hatta tidak menyebutnya Partai Koperasi Indonesia, mungkin karena singkatannya akan menyerupai PKI.

Jadi tidak aneh jika ada pendirian partai, meski bukan parpol, bukan partai yang berbadan politik. Meski kata partai sudah bergeser artinya, dan terpadankan dengan kata politik. Walau di bidang perdagangan atau olah raga istilah partai biasa digunakan.

Tak terkecuali, kalau Nahdatul Ulama (NU) menjadi Partai Nahdatul Ulama (PNU). Partai yang bergerak di bidang kemaslahatan masyarakat se Indonesia dan se dunia. Mengingat NU adalah organisasi (Islam) terbesar bahkan sedunia. Di sini, sebagaimana yang diharapkan Fahri Ali, perlu ada negasi visi NU.

Sangat disayangkan, cetus Fahri, NU dengan ummat terbanyak tidak ada kepastian mengenai visi. Dalam hal ini, dalam konteks tulisan ini, kejelasan visi sebagaimana koperasi M Hatta. Koperasi Indonesia yang sampai pada saat ini terus hidup dan punya kagunan bagi masyarakat luas.

Seperti kita ketahui, dari Muktamar baru lalu NU justru melakukan pembesaran misi. Yakni, jargon menyongsong abad kedua. Lalu penahbisan NU sebagai organisasi terbesar di dunia. Kemudian yang lebih tajam lagi, NU menolak politik identitas.

Politik identitas di mata NU menjadi hantu paling menakutkan. Tanpa ada penjelasan, apa itu politik identitas (baca esai saya sebelum ini: Politik Identitas) — terlebih kejelasan mengenai khilafah. Lanjut Fahri mengatakan, apakah Ketua NU mampu mengorganisir tokoh-tokoh NU yang tersebar di banyak parpol.

Sebagaimana yang dikemukakan Burhanudin Muhtadi, menurut hasil penelitian, orang-orang NU tersebar di basis parpol terkuat. Rankingnya sama; PDIP, Gerindra, Golkar, PKB, dst. Mengisyaratkan lambang NU, tali melingkari bumi, tidak mengikat. Dalam arti, tambah Muhtadi, NU adalah organisasi yang terbuka bagi semua parpol.

Perlu ada pengecilan atau penyederhanaan pemikiran, untuk menegasi visi NU. Tidak sekadar melakukan penahbisan, membuat jargon, atau membangun hantu menakutkan bagi masyarakat.

Bagi saya, yang perlu dipastikan badan organisasinya sebagai partai, PNU. Barangkali dimulai dengan satu partai non politik, dengan kejumbuhan visi dan misi sebagaimana koperasi. Sambil dalam proses waktu dipastikan PNU sebagai parpol. Sebab dalam sejarahnya, bukankah NU pada mulanya adalah parpol dengan masa terbanyak.

Ingat, bumi NU yang kemudian — secara praktik politik — menanam pohon PKB, pernah membuahkan seorang presiden, Abdurrachman Wahid.*