Scroll untuk baca artikel
Blog

Patung Tak Bernama – Cerpen Eko Tunas

Redaksi
×

Patung Tak Bernama – Cerpen Eko Tunas

Sebarkan artikel ini

Sang despot jendral besar mengerahkan Intel untuk memburuku, sementara aku dan kamu asyik ngopi di kafe Nelayan. Atau saat aku menumpuk batang-batang ketela pohon, dan aku asyik saja saat hujan turun, instalasi itu jadi trubus. Apa yang aku dapat selain keasyikan dan kepuasan.

Kemudian kegilaan ideku untuk aksi unjuk rasa di era reformasi. Demo terhadap KPU, tapi aku menyarankan digelar di pusat kota, di Thamrin. Alasanku jelas, jalan di pusat kota itu spacenya lebih luas, akan lebih teateral kalau terjadi chaos. Ditambah gedung-gedung kaca yang mengitari, sebagai setting itu tidak sekadar dekorasi tapi sangat instalatif.

Lihatlah, kita akan menyaksikan dari lantai lima hotel bintang lima, sambil berdiskusi tentang seni Avant Garde. Televisi kita biarkan meracau, serupa kutukanmu tentang: verveilen de crik-krak..!

Krik-krak adalah penamaan kucing dalam bahasa Belanda. Untuk menyebut makhluk yang bisa beranak banyak, meski lebih banyak kelinci seperti lagu Gang Kelinci Titik Puspa. Sebagaimana negara dengan banyak partai.

Inikah awal dari kekotoran, sebagaimana ujaran Renne Descartes: politik ia vuil. Politik itu kotor. Bahkan dalam politik perang, membunuh sesama manusia pun dihalalkan.