Barisan.co – Dunia bisnis yang ideal, bagi seorang pebisnis ideal, sesungguhnya bukan hanya tempat bicara profit. Tetapi juga tempat menghadirkan supremasi atas diri sebagai pemimpin bagi semua. Sehingga, pebisnis ideal bukanlah dia yang hanya memikirkan apa yang didapat dari suatu kehidupan, tapi juga yang memberi solusi kepada banyak orang.
Pada kesempatan mengisi diskusi virtual oleh Kagama Banyuwangi, Prof. Dr. Heru Kurnianto Tjahjono memaparkan pentingnya makna leadership bagi seorang pebisnis. Bahwa, pebisnis harus mempunyai cara pandang solutif dalam berbagai aspek-aspek sosial.
Dalam prinsip bisnis yang diajarkan di Harvard Bussiness School, menurut paparan Prof. Heru, ada 4 substansi aktivitas bisnis yang menjadi pilar utama, yang perlu dipegang setiap orang: 1) Science, berbicara dengan hal-hal ilmiah yang bersifat logis; 2) Experience, pengalaman; 3) Vision, untuk melihat proyeksi jauh kedepan; 4) Soul, yaitu sesuatu yang sangat substantif yang memengaruhi cara berpikir untuk menjadi seorang leadership.
Pada konseptualitasnya, leadership bukan hanya membicarakan seseorang dari sudut pandang formal maupun aspek jabatan. Tapi juga bagaimana seseorang menjadi leader yang berangkat dari diri sendiri.
“Beberapa tahun lalu saya menjadi tim penilai doktor hounouris causa Mahattir Muhammad sebelum ia menjadi Perdana Menteri. Ada catatan penting yang beliau sampaikan, yaitu tentang ketidakmampuan individu mengelola diri sendiri. Dalam bahasa ekstrem disebut split personality. Kesulitannya, banyak di antara mereka menduduki posisi-posisi penting pada sektor publik.” Ujar Prof Heru.
Maka dari itu ini menjadi tantangan, terutama dunia pendidikan untuk dapat melahirkan orang yang punya sifat blessing others: pemimpin yang cara berpikirnya tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk masyarakat luas.
Prof Heru juga mengatakan bahwa, pada dunia bisnis, seorang pebisnis yang berjiwa pemimpin pasti tidak hanya bicara profitabilitas. Sebab apabila pebisnis hanya bicara dan berpikir tentang profit, tidak akan ada cita-cita organisasi yang dapat tercapai. Tidak akan ada nilai yang layak disebut sebagai kerjasama bisnis di dalamnya, alih-alih kepentingan yang didorong motif individualistik.