BARISAN.CO – Presiden Jokowi mewakili Pemerintah menyatakan mengakui terjadinya pelanggaran HAM berat dalam 12 peristiwa di masa lalu. Berdasarkan laporan dari Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia, salah satu peristiwa yang masuk kategori pelanggaran HAM berat tersebut adalah Penghilangan Paksa.
Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998 merujuk kasus penculikan aktivis pro-demokrasi yang terjadi antara Pemilu Legislatif Indonesia 1997 dan jatuhnya kekuasaan Soeharto pada 1998.
Kasus penculikan aktivis 1997-1998 dilakukan oleh tim khusus bernama Tim Mawar, yang dibentuk oleh Mayor Bambang Kristiono. Tim Mawar bertugas untuk mendeteksi kelompok radikal, pelaku aksi kerusuhan dan terror. Tim Mawar Menyusun rencana penangkapan sejumlah aktivis yang dicurigai terlibat bom yang tak sengaja meledak.
Mayor Bambang mendapatkan data intelijen yang berisi sembilan nama diprioritaskan untuk ditangkap oleh Tim Mawar. Mereka adalah:
- Desmond Junaidi Mahesa
- Haryanto Taslam
- Pius Lustrilanang
- Faisol Reza
- Rahardjo Walujo Djati
- Nezar Patria
- Aan Rusdianto
- Mugianto
- Andi Arief
(Dalam wawancara dengan majalah Panji edisi 27 Oktober 1999, Prabowo berkata penculikan terhadap Pius, Desmond, dan Taslam adalah “kecelakaan” dan “kesalahan.” “Saya tak pernah perintahkan untuk menangkap mereka,” katanya.)
Tim Mawar telah menyiapkan tempat penyekapan sekaligus markas Tim Mawar di Pos Komando Taktis (Poskotis) di Markas Kopassus, Cijatung. Markas tersebut terdiri dari ruang rapat, ruang interogasi, dan enam sel.
Sembilan aktivis telah berhasil ditangkap, tetapi ternyata ada sekitar 13 aktivis lainnya yang juga ditahan oleh Tim Mawar di Markas Kopassus Cijantung. Ketiga belas aktivis tersebut sampai saat ini masih belum diketahui keberadaannya.
Sembilan aktivis yang lain dipulangkan ke rumah mereka. Desmond, Pius, Haryanto, Raharja, dan Faizol Riza yang disekap selama kurang lebih 1,5 – 2 bulan dipulangkan ke kampung halamannya.
Sedangkan Aan Rusdianto, Mugiyanto, dan Nezar Patria, yang disekap selama tiga hari diserahkan oleh Tim Mawar ke Polda Metro Jaya pada 15 Maret. Ketiganya baru dibebaskan 5 Juni 1998.
Sementara, ketiga belas aktivis lainnya sampai saat ini masih belum diketahui keberadaannya.
Adapun 13 aktivis yang hilang, yakni;
- Petrus Bima Anugrah (Mahasiswa Universitas Airlangga, hilang di Jakarta 30 Maret 1998)
- Herman Hendrawan (mahasiswa Universitas Airlangga, hilang di Jakarta ada 12 Maret 1998)
- Suyat (Aktivis, hilang di Solo pada 12 Februari 1998)
- Wiji Thukul (penyair dan aktivis, hilang di Jakarta, 10 Januari 1998)
- Yani Afri (sopir dan pendukung PDI Megawati, hilang di Jakarta, 26 April 1997)
- Sonny (sopir, teman Yani Afri, hilang di Jakarta, 26 April 1997)
- Dedi Hamdun (pengusaha, dan aktif di PPP, hilang di Jakarta, 29 Mei 1997)
- Noval Al Katiri (Teman Dedi Hamdun, hilang di Jakarta, 26 April 1997)
- Ismail (sopir Dedi Hamdun, hilang di Jakarta, 29 Mei 1997)
- Ucok Mundandar Siahaan (mahasiswa Perbanas, diculik saat kerusuhan 14 Mei 1998)
- Hendra Hambali (siswa SMU, hilang saat kerusuhan di Glodok, Jakarta, 15 Mei 1998)
- Yadin Muhidin (alumnus Sekolah Pelayaran, hilang di Jakarta, 14 Mei 1998)
- Abdun Nasser (kontraktor, hilang saat kerusuhan 14 Mei 1998 di Jakarta).