Scroll untuk baca artikel
Blog

Pemikiran HMI tentang KeIslaman dan KeIndonesiaan

Redaksi
×

Pemikiran HMI tentang KeIslaman dan KeIndonesiaan

Sebarkan artikel ini
Pengalaman Ber-HMI

Pengalaman saya dalam HMI, dimulai pada tahun 1995 setelah saya masuk UGM. Saya mengikuti Latihan Kader I pada sekitar bulan September 1995 yang dilaksanakan oleh HMI Komisariat Kehutanan UGM. Saat itu, suasana politik Orde Baru masih sangat dominan, meskipun Soeharto sudah mulai “bersahabat” dengan kekuatan Islam setelah berdirinya ICMI pada tahun 1990. Namun, secara keseluruhan, pola-pola otoriterianisme dan represifitas dalam kebebasan berpendapat dan berserikat, tidak berubah.

Awalnya, ketertarikan saya bergabung dengan HMI lebih banyak dipengaruhi oleh pencarian saya untuk berorganisasi dan memperkuat jejaring pertemanan di Jogjakarta. Namun, setelah masuk ke dalam organisasi ini, ekspektasi saya melebihi sekedar memperkuat jejaring, saya justru mendapatkan banyak hal dalam pengembangan intelektualitas saya di kemudian hari.

Sebagai anggota baru, pada tahun awal saya di organisasi ini, saya seringkali menjadi “tukang cuci piring” di komisariat. Setiap ada kegiatan diskusi dan pertemuan pengurus, baik di tingkat komisariat maupun korkom (tingkat universitas) yang dilakukan di komisariat, saya dan para anggota baru biasanya diberi tugas-tugas teknis untuk mendukung kelancaran kegiatan organisasi. Sebuah proses belajar yang egaliter dari bawah, menurut saya.

Dua tahun kemudian, saya menjadi Pengurus Komisariat, lalu menjadi Pengurus Cabang Jogjakarta, dan terakhir menjadi Pengurus Besar di Jakarta pada tahun 2001-2003. Kalau dihitung-hitung, sejak tahun 1995 sampai 2003, sekitar 8 tahun saya bersentuhan dengan organisasi ini, sebuah jangka waktu yang tidak pendek tentunya.

Secara struktural organisasi, saya tidak pernah memegang amanah untuk posisi puncak di berbagai tingkatan organisasi ini, karena saya sudah disibukkan dalam memimpin Senat Mahasiswa UGM tahun 1998-1999. Keberadaan saya di organisasi intra kampus ini merupakan bentuk penugasan dari HMI.

HMI, Keislaman dan Kritik Modernitas

Saat saya bergabung dengan organisasi ini, nuansa yang langsung saya rasakan adalah idealisme orang-orangnya yang cukup kuat untuk melakukan perubahan dan perbaikan masyarakat. Idealisme ini didukung oleh gerakan intelektual dalam hampir sebagian besar aktivitasnya. Berbagai diskusi dan kajian intelektual dilakukan oleh organisasi ini di berbagai tingkatan untuk membangun kekuatan intelektual kader-kadernya.

Di HMI Jogjakarta tahun 1990-an, kajian intelektual Islam yang cukup mengemuka adalah kajian-kajian yang berkaitan dengan keislaman dan modernitas. Sebagai anggota baru tahun 1995, saya tidak begitu paham kajian-kajian ini. Namun demikian, upaya saya untuk memahami semua pemikiran yang dikembangkan HMI saat itu, ternyata menemukan relevansinya saat saya mendalami berbagai teori dan pemikiran sosial saat ini, saat saya melanjutkan pendidikan doktoral.