Kajian keislaman yang dikembangkan oleh HMI bukanlah kajian yang bersifat dogmatis, melainkan kajian kritis dan transformatif atas berbagai dinamika dalam pemikiran Islam yang berkembang di dunia, termasuk di Indonesia. Kajian-kajian yang bersifat dogmatis bisa diperdalam oleh kader-kader HMI di berbagai pesantren mahasiswa yang tersebar di banyak tempat di Jogjakarta.
Saya sendiri suka dengan pola seperti ini karena saya merasa sudah mempunyai basis pemahaman Islam yang memadai, yang saya dapatkan di pesantren saat saya masih SD dan SMP. Karena itu, kajian pemikiran Islam dan perubahan sosial menjadi sebuah daya tarik saya untuk terlibat secara lebih mendalam di organisasi ini.
Kritik terhadap perkembangan Islam, perjalanan peradaban Islam, dan kejumudan yang dialami oleh umat Islam di Indonesia dan dunia, adalah kajian yang paling sering dilakukan dalam rangka menemukan pola-pola gerakan intelektual untuk membangkitkan kembali kekuatan umat Islam supaya tidak hanya menjadi buih di dalam masyarakat dunia. Umat Islam yang jumlahnya banyak ini namun tidak berdaya secara politik dan ekonomi. Demikian kira-kira intinya.
Sejumlah intelektual dan tokoh HMI yang banyak mempengaruhi pemikiran saya antara lain Prof. Nurcholis Madjid (Cak Nur), Prof. Ahmad Syafi’i Ma’arif dan Dr. Kuntowijoyo. Buku-buku mereka saya baca semua.
Mereka adalah intelektual yang mendambakan kebangkitan umat Islam yang selaras dengan perkembangan jaman. Karena itu, wacana yang berkembang di dalam organisasi ini adalah bagaimana menyelaraskan keIslaman dan kemodernan, dan bagaimana memperkuat hubungan keIslaman dan keIndonesiaan.
Hubungan keislaman dan kemodernan (modernitas) yang berkembang dalam pemikiran HMI melalui sejumlah tokoh-tokohnya, termasuk di generasi saya adalah bahwa keIslaman itu bersifat inklusif dan terbuka terhadap perubahan sosial. Dimensi keislaman yang perlu dipertahankan dan diperkuat oleh umat Islam adalah dimensi tauhid dan hukum Islam. Sementara dimensi sosial dan politik, Islam terbuka untuk menerima perkembangan politik dan perubahan sosial di era akhir modern atau Gidden mengatakan sebagai late modernism ini.
Di titik ini, maka pemikiran yang berkembang dalam HMI adalah bahwa kita menerima sejumlah pemikiran Barat secara kritis, termasuk menerima demokrasi, dan menerima negara bangsa (nation state) yang merupakan produk era modern yang terus berkembang di era late modernism ini.
Namun demikian, HMI merupakan organisasi yang paling keras mengkritik perkembangan kapitalisme dan neoliberalisme, yang mencengkeram ekonomi berbagai negara di dunia ini, yang melahirkan polarisasi negara-negara kaya (Barat, Utara) dan negara-negara miskin (Selatan).