Bahasa lain adalah bahwa konsensus dasar negara ini sudah bersifat final. Meskipun kemudian berkembang perubahan politik dengan lahirnya demokrasi parlementer dan berbagai dinamika politik lainnya, termasuk otoriterianisme Orde Baru, maka dinamika ini tidak mengubah pendirian HMI untuk tetap berkomitmen pada konsensus dasar saat awal bangsa ini didirikan.
Ideologi, sebuah sistem nilai yang dikonstruksi secara sosial (socially constructed), bagi HMI adalah sebuah kekuatan yang mengikat komitmen dan cita-cita yang diperjuangkan sesuai dengan cita-cita pendirian bangsa ini: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan seterusnya.
Cita-cita inilah yang dipegang teguh oleh organisasi ini. Tantangan bagaimana cita-cita ini diwujudkan, adalah masalah lain yang harus didialogkan dengan semua komponen bangsa. Upaya mewujudkan cita-cita ini sudah masuk dalam ranah yang lebih praktis.
Selain itu, HMI mengikat dirinya pada nilai-nilai Islam yang menjadi kekuatan perubahan. Nilai-nilai Islam dipengaruhi oleh dua dimensi: hablumminallah (hubungan dengan Allah) dan hablumminannas (hubungan dengan manusia). Hubungan dengan manusia bersifat dinamis, dan mengakui keberagaman.
Karena itu, saat Orde Baru membuat kebijakan azas tunggal melalui UU Nomor 3/1985 yang disahkan pada 19 Februari 1985, maka HMI kemudian terpecah dua. Sebagian menerima azas tunggal ini, dan sebagian lain menolak azas tunggal ini. Pihak yang menolak azas tunggal ini kemudian menamakan dirinya dengan HMI MPO (Majelis Penyelamat Organisasi). Sering juga menyebutkan diri dengan HMI 1947, karena HMI diririkan tahun 1947, dimana yang menolak azas tunggal ini merasa masih membawa semangat HMI saat didirikan tersebut.
Sejauh yang saya pelajari, penolakan azas tunggal oleh HMI MPO bukanlah menolak Pancasila sebagai dasar negara. Seperti sudah saya sebutkan sebelumnya bahwa bagi HMI (dan HMI MPO), konsensus kebangsaan saat Indonesia didirikan adalah sebuah konsensus final dengan disepakatinya konstitusi UUD 1945 dan Pancasila sebagai dasar negara.
Yang ditolak oleh HMI MPO adalah sikap otoriter dan represifitas Orde Baru yang kemudian diwujudkan dalam bentuk penyeragaman azas organisasi yang dikenal dengan azas tunggal. HMI MPO beranggapan bahwa sebuah organisasi, selain berazas Pancasila, juga bisa menambahkan azas lain sesuai dengan nilai-nilai yang dianut, sejauh tidak dilarang oleh pemerintah. Ideologi terlarang di era Orde Baru, yakni komunisme misalnya, jelas merupakan ideologi terlarang dan tidak boleh digunakan. Sementara Islam bukanlah ideologi terlarang.