Scroll untuk baca artikel
Blog

Pemilik Dua Cahaya – Puisi Christya Dewi Eka

Redaksi
×

Pemilik Dua Cahaya – Puisi Christya Dewi Eka

Sebarkan artikel ini

PEMILIK DUA CAHAYA
: NABI IBRAHIM

Seperti dua kutub,
yang satu menunjuk ke utara,
yang satu menunjuk ke selatan,
tidak akan pernah bertemu,
meski khatulistiwa menghilang,
tetapi ini bukanlah utara selatan,
melainkan sisi barat dan sisi timur,
pun sama,
keduanya tidak akan bertemu,
meski longitude menghilang,
begitulah risalah lelaki pemimpin bani,
berdiri di antara dua wanita pembawa cahaya,
yang kelak melahirkan anak-anak surga,
pemegang garis nasib dan sejarah peradaban,
seperti dua kutub,
keduanya tidak akan bertemu,
pada perputaran bumi,
namun akan berkumpul,
dan saling melempar senyum,
membawa buku hidup,
pada mujarad langit,
tanpa luka hati

Semarang, 5 Juni 2022

MANNA DAN SALWA
: NABI MUSA

Inilah Manna,
roti dari langit,
yang turun di pagi hari,
menempel pada daun basah seperti embun,
dan manis seperti madu

Inilah Salwa,
burung puyuh dari langit,
yang datang berbondong-bondong,
hampir menutupi bumi,
dan dagingnya putih seperti salju

Meski aku tahu,
di hadapan bangsa yang tegar tengkuk,
segala ada berarti tiada,
setiap hari mereka meminta,
berkeluh,
bersungut,
seolah merampas surga dari langit,
pun menolak catatan hidup

Inilah manna,
inilah salwa,
yang turun ke pangkuan,
tanpa jerih manusia,
semoga setelah hilang lapar,
hilang dahaga,
iman Israel bertambah,
ingat kepada muasal

Semarang, 5 Juni 2022

DI BAWAH POHON KURMA
: NABI ISA

Di bawah pohon kurma,
seorang dara menghitung sunyi,
menahan pangkal kesakitan,
dari perut yang membesar,
dalam hatinya memohon,
semoga gugus lintang menerangi persembunyiannya,
suara tanah lahir menjauh,
dan gemerisik binatang melata di balik bebatuan terasa mengancam,
ia haus,
juga lelah,
beban mendera seluruh tubuh,
seperti dirajam batu ratusan kali,
sesuai hitungan langit,
lahirlah sang putra,
wajah Jibril bercahaya,
memberi salam damai,
“istirahatlah,
biarkan musim berjalan seturut takdir,”
adakah hari yang lebih indah,
selain menjadi ibu dari al-Masih,
adakah kala yang lebih susah,
selain dihujat sebagai sundal jahanam

Semarang, 5 Juni 2022

JALAN MENUJU RUMAH
: NABI MUHAMMAD

Sepulang dari makam ayahanda,
ibunda menyusul,
menuju tempat rahasia,
di ruang tak terjangkau,
abadi,
tinggallah si bocah lelaki,
sendiri menitik air mata,
memeluk sunyi,
belum mengerti bagaimana cara menafsirkan takdir,
jalan pulang tampak berbeda dari jalan pergi,
jauh lebih panjang,
jauh lebih asing

Ia tahu,
tidak ada ayah yang kelak membuatkan pedang kayu,
tidak ada ibu yang kelak membuatkan roti gandum

Semarang, 5 Juni 2022

RAHASIA AIR
: NABI NUH

Aku mendengar,
pesan air kepada kapal,
berbisik resah,
dengan bahasa paling rahasia,
sehingga hujan lebat menderas,
meraja di bumi,
dan kapal besar ini bercengkerama di atasnya

Aku pernah mendengar,
dari kaumku,
lelaki-perempuan tua-muda,
gelegak tawa kemenangan,
membahana memenuhi antero langit,
sedangkan di lain waktu,
mulut mereka meracau,
meminta doa selamat dan keberkahan,
di hadapan berhala kayu,
tuhan yang mereka ciptakan sendiri

Aku mendengar,
pesan daun zaitun kecil kepada merpati,
berbisik damai,
dengan bahasa paling senyap,
bahwasanya air sudah melesap,
semburat pelangi kelihatan,
dan sisa-sisa hati yang paling jahat,
berserakan di berbagai tempat,
tanpa nama,
tanpa catatan

Semarang, 5 Juni 2022

Christya Dewi Eka, lahir di Jakarta, besar di Bekasi, dan kini berdomisili di Semarang bersama 7 buah hatinya, lulusan Fakultas Sastra Indonesia Undip Semarang tahun 2003.

Beberapa karyanya dimuat di antaranya dalam antologi puisi multilingual Amor en Navidad (Sasami Asih, 2022), Angkatan Milenial Mengenang Sang Penjaga Sastra H. B. Jassin (Dapur Sastra Jakarta, 2022), Lima Titik Nol Masyarakat Cerdas dalam Puisi (Jagat Sastra Milenia, 2022), Khatulistiwa (Dari Negeri Poci XI, 2021), Kami yang Lupa (Tadarus Puisi V, Lumbung Puisi, 2021).