Barisan.co – Dalam wawancaranya dengan majalah Tempo terkait pencemaran yang semakin parah di Bengawan Solo, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengaku tak bisa langsung memberikan sanksi keras untuk perusahaan yang mencemari sungai. “Kepentingan ekonomi dan lingkungan harus seimbang,” kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini.
Ganjar tidak memberi sanksi tegas sejak awal karena ia merasa harus menciptakan lapangan kerja di saat kemiskinan dan pengangguran meningkat.
“Saya tidak mungkin langsung menutup pabrik. Saya juga harus menciptakan lapangan kerja, apalagi saat ini kemiskinan dan pengangguran meningkat. Kalau ada pencemaran oleh industri besar dengan ribuan buruh, ya pengolahan limbahnya harus diperbaiki. Kepentingan ekonomi dan lingkungan harus seimbang,” katanya dalam wawancara tersebut, Sabtu, (12/9).
Pencemaran lingkungan seharusnya dapat ditindak sejak awal agar tidak menimbulkan kerusakan yang lebih parah bagi ekosistem sekitarnya. Ekonomi memang harus menjadi prioritas bagi pemerintah guna mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan. Namun dengan tidak adanya tindakan tegas dari aparat setempat, tentunya seperti membiarkan pencemaran terus berlanjut.
Menanggapi hal tersebut, akademisi Universitas Jenderal Soedirman, Yanto PhD berpendapat bahwa pemerintah seharusnya tegas. Ia menilai siapapun yang mencemari air sungai harus ditindak tegas karena pemerintah memiliki kewenangan dalam melaksanakan tugas pengawasan dan penertiban air limbah buangan yang masuk ke sungai.
“Setiap perusahaan sudah semestinya memasukkan pengelolaan limbah sebagai biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan. Dengan itu, perusahaan sudah memperkirakan besarnya keuntungan. Selain itu juga, setiap perusahaan pasti telah memberikan komitmen penataan terhadap upaya pengelolaan lingkungan di wilayahnya masing-masing,” tutur Yanto kepada Barisan.co, Selasa (22/09/2020).
Yanto menambahkan, pemerintah tidak memiliki alasan untuk tidak menindak tegas dan menjatuhkan sanksi terhadap perusahaan nakal tersebut. Ia pun mengingatkan sudah sejak perusahaan-perusahaan tersebut dipanggil oleh Ganjar, namun pencemaran air tetap berlanjut.
“Artinya apa? Itu disengaja. Oleh karena itu, sekali lagi pemerintah harus tegas,” tandas ahli hidrologi tersebut.
Yanto juga menyampaikan untuk memperbaiki air yang telah tercemar di Bengawan Solo bisa cepat kembali kualitasnya airnya, dengan catatan tidak ada pencemaran baru.
“Karena air yang tercemar itu kan terbawa arus sampai ke laut. Di badan sungai akan aman jika sumber pencemaran bisa dikendalikan,” pungkas pria kelahiran Blora ini.
Sebelumnya, pada tanggal 3 Desember 2019, Ganjar meminta agar 15 perusahaan yang terindikasi melakukan pencemaran untuk menghentikan aktivitas pembuangan limbah ke sungai Bengawan Solo. Dalam rapat yang diadakan di Gedung B lantai V Kompleks Kantor Gubernur Jateng itu hadir perusahaan besar, perwakilan industri sedang, pelaku UKM, serta peternakan.
Pemprov Jateng memberikan waktu selama 12 bulan kepada sejumlah perusahaan guna memperbaiki sistem pengelolaan limbah. Kesepakatan pun dilakukan antara pihak Pemprov Jateng dengan 15 perusahaan tersebut dengan meneken kontrak.
“Jika tidak cukup waktu, misalnya perbaikan sistem pengolahan limbah tidak cukup waktu setahun, maka harus izin khusus ke saya, nanti kami akan pantau perkembangannya. Namun kalau selama setahun tidak ada perbaikan pengelolaan limbah dan tetap membuang ke sungai, maka silahkan aparat penegak hukum bertindak,” tegas Ganjar dalam rapat tersebut.