Scroll untuk baca artikel
Blog

Pendidikan Bukanlah Kompetisi

Redaksi
×

Pendidikan Bukanlah Kompetisi

Sebarkan artikel ini

Kompetisi dan Permusuhan

Dalam sebuah kompetisi harus ada yang menang dan kalah. Jika ingin jadi pemenang maka harus mengalahkan, jika tak mau tersingkir maka harus menyingkirkan. Logika kompetisi adalah saling mengalahkan dan menyingkirkan.

Tidak ada sama-sama menang dalam kamus kompetisi. Seorang peserta kompetisi, tidak hanya dilatih harus menang, akan tetapi juga dibiasakan memandang peserta lain sebagai penghalang dari kemenangannya.

Mereka yang berada dalam lingkungan kompetisi akan sulit memahami sudut pandang orang lain. Dalam tulisan artikel Bukik Setiawan menyebutkan bahwa riset membuktikan bahwa anak yang kompetitif cenderung kurang berempati pada anak yang lain. Semua urusan dilihat dari sudut pandang kepentingannya. Bila ada yang menghalangi, maka anak tersebut harus dimusuhi.

Logika kompetisi berangkat dari asumsi bahwa prestasi semata-mata diukur berdasarkan perlombaan. Kita jumpai di sekolah ataupun perguruan tinggi mengadakan lomba cerdas cermat, lomba pidato, lomba menulis, debat mahasiswa sampai olimpiade sains nasional dan internasional. Kemudian prestasi diukur berdasarkan juara dan jumlah piala yang diraih.

Masing-masing peserta harus berlomba-lomba untuk mengalahkan dan menyingkirkan yang lain untuk jadi pemenang. Siapa menang kemudian dianggap berprestasi, dan siapa kalah kemudian tersisihkan.

Pendidikan bukanlah kompetisi, dimana prestasi bisa diraih tanpa harus mengalahkan dan menyingkirkan. Dalam pendidikan tidak ada yang harus dikalahkan dan disingkirkan. Setiap anak bisa bersama-sama mengembangkan bakat dan kemampuannya masing-masing. Lagi pula setiap anak adalah unik terlepas dari kelemahan dan kelebihan masing-masing.

Boleh jadi seorang anak menguasai satu bidang tertentu, tapi tidak dalam bidang lainnya. Demikian halnya pula kecerdasan tidak harus dikompetisikan satu sama lain, melainkan bisa dikembangkan dengan cara yang lebih elaboratif. [Luk]

*Syaiful Rozak, Mahasiswa Hukum Universitas Muhammadiyah Kudus