BARISAN.CO – Petenis Naomi Osaka dan Serena Williams menjadi atlet perempuan dengan bayaran tertinggi di dunia. Naomi di urutan pertama dengan penghasilan mencapai USS55,2 juta dan Serena memperoleh US35,5 juta di urutan kedua. Pendapatan keduanya 90 persen berasal dari luar lapangan yaitu endorsement.
Dikutip dari Sportico Selama 12 terakhir hingga Mei 2021, penghasilan yang diperoleh Naomi menempatkannya pada posisi ke 15 dan Serena di urutan ke 44 jika digabungkan semua atlet perempuan dan laki-laki.
Baik Naomi dan Serena dikenal sebagai musuh bebuyutan di lapangan. Terakhir, pada Februari lalu, Naomi mengalahkan Serena pada semifinal Australia Terbuka 2021. Bahkan Serena meninggalkan konferensi pers pasca pertandingan sambil menangis.
Namun demikian, keduanya saling mendukung di luar lapangan. Ketika Naomi memutuskan mundur dari Prancis Terbuka didukung oleh beberapa atlet termasuk diantaranya Serena.
“Saya merasakannya. Saya merasa ingin memeluk Naomi karena saya tahu bagaimana rasanya,” kata Serena dalam konferensi persnya Juni lalu
Serena menambahkan setiap orang memiliki cara berbeda dalam menangani sesuatu.
“Anda hanya harus membiarkan ia menanganinya dengan cara yang diinginkan dan cara terbaik yang ia pikir ia bisa, dan hanya itu yang bisa saya katakan. Saya pikir dia melakukan hal yang terbaik yang bisa ia lakukan,” tambah Serena.
Mei lalu, Naomi menyatakan mundur dari Prancis Terbuka karena ia lebih mementingkan masalah kesehatan mentalnya.
Umumnya atlet memikirkan strategi sebelum pertandingan. Akan tetapi, sebesar apapun upaya mereka, hasil dari pertandingan menjadi sorotan.
Menurut terapis kesehatan perilaku dan pekerja sosial klinis di Henry Ford Health System, Kristin Felgenauer, salah satu lawan terberat yang dihadapi atlet saat bertanding ialah kesehatan mentalnya sendiri.
“Atlet menetapkan harapan tinggi untuk dirinya sendiri dan sering merasa ada tekanan yang lebih besar agar berhasil sehingga tidak mengecewakan. Mereka tidak hanya berusaha untuk sukses bagi diri sendiri melainkan untuk orang tua, pelatih, rekan tim, dan lain-lain,” kata Kristin.
Pada tingkat persaingan tingkat tinggi, kelelahan mental dan masalah kesehatan mental menjadi lebih umum.
Organisasi nirlaba Athletes for Hopes memperkirakan 35 persen atlet professional mengalami masalah kesehatan mental mulai dari gangguan makan, kelelahan hingga depresi dan gangguan kecemasan. Sayangnya, hal itu tidak menjadi pembahasan utama terutama bagi mereka yang sedang berada di puncak karir.
Berbeda dengan Naomi yang lantang menyuarakan prioritas utamanya pada kesehatan mental walaupun ia menjadi petenis nomor satu dunia versi Women’s Tennis Association. Banyak orang yang beranggapan jika menjadi atlet selain memiliki bakat, harus memiliki kekuatan fisik, dan mental. Akan tetapi, yang sering terjadi ketika atlet memperoleh kemenangan, ia harus melihat wajah kesedihan lawannya. Begitu pun saat mereka kalah, kekecewaaan juga meliputi diri mereka sendiri.
Tekanan demi tekanan dialami oleh para atlet. Sejak AS Terbuka 2018, Naomi telah menderita depresi. Ia gugup dan stress jika harus berupaya memberikan jawaban terbaik kepada media.
Naomi bahkan menangis tersedu-sedu saat reporter memburunya dan menganggap bahwa media berperan dalam kesuksesnya di luar lapangan pada Agustus lalu. Beruntung bagi Naomi, agennya Stuart Duguid kepada New York Times menyebut para reporter tersebut sebagai penganggu. Stuart menganggap bahwa kesuksesan Naomi berutang kepada media atas kesuksesannya di luar lapangan merupakan mitos.