Scroll untuk baca artikel
Blog

Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Desa Dinilai Ugal-ugalan

Redaksi
×

Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Desa Dinilai Ugal-ugalan

Sebarkan artikel ini

Gagasan memperpanjang masa jabatan kades menjadi 9 tahun ditentang banyak pihak.

BARISAN.CO Dua kali sudah para kepala desa berunjuk rasa di bulan pertama tahun 2023. Pada demo terakhir, Rabu 25 Januari 2023 kemarin, massa kepala desa yang melakukan aksi di depan gedung Senayan diklaim berjumlah 44 ribu orang.

Massa yang terhimpun dalam Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) menuntut di antaranya kejelasan status kepegawaian, peningkatan kesejahteraan, dan penerbitan Nomor Induk Perangkat Daerah (NIPD).

Selain itu ada pula tuntutan kontroversial yakni perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi 9 tahun.

Secara umum, tuntutan terakhir didasarkan pada alasan sulitnya menyatukan masyarakat desa yang terpecah setiap selesai pemilihan kepala desa (pilkades) enam tahun sekali.

Lingkup pemilihan kades banyak bersinggungan dengan tetangga dan keluarga. Manakala konflik dalam pilkades terjadi, umumnya baru dapat selesai jelang masa jabatan berakhir. Akibatnya, kinerja kades terhambat.

Oleh sebab itu, jika jabatan diperpanjang, kades punya lebih banyak waktu membangun desa dan menyejahterakan warga.

Adapun pembangunan desa diklaim akan lebih efektif dalam periodisasi 9 tahun jabatan. Selain itu, akan ada efisiensi biaya penyelenggaraan pilkades.

Ringkas kata, perpanjangan masa jabatan diklaim bakal membuat kades bekerja lebih efisien, warga dapat lebih merasakan manfaat, dan desa lebih irit anggaran.

Kepala Desa vs Berbagai Kalangan

Presiden Joko Widodo, di sela-sela aktivitasnya meninjau proyek sodetan Kali Ciliwung, Jakarta, Selasa (24/01/2023) kemarin, secara implisit kurang setuju dengan tuntutan para kades.

Jokowi tak melarang kades menyampaikan keinginannya. Namun, ia menegaskan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah mengatur masa jabatan kepala desa.

“Undang-undangnya sangat jelas, membatasi enam tahun,” kata Jokowi.

Selain Presiden, masyarakat sipil juga menganggap perubahan masa jabatan merupakan ancaman karena kekuasaan cenderung korup. Hal demikian disampaikan peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus.

“Semestinya fokus revisi bukan pada kekuasaan kepala desa, melainkan soal tata kelola desa yang lebih baik,” kata Lucius Karus saat diminta pendapat wartawan, Jumat (20/01/2023).

Warganet pun ramai-ramai mengecam tuntutan para kades. Akun Twitter @InspekturU mencuit, “Satu kata untuk para kades: MARUK!”

Sementara akun Twitter @Intel_ORBA mengajak wartawan dan masyarakat membentuk jejaring nasional untuk menginvestigasi dana desa. Ia menyatakan siap menampung informasi dugaan penyelewengan dana desa dan proyek mangkrak di desa.

“Bagi rekan-rekan yang berkenan turut menjadi kontributor di mana saja silahkan DM. Kami segera siapkan legal, biro hukum serta  jaringan media,” cuit @Intel_ORBA dikutip pada Kamis, 26 Januari 2023. [dmr]