Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan yang berporsi terbesar kedua hanya tumbuh sebesar 2,25% pada tahun 2022. Pertumbuhannya telah rendah pada tahun 2020 dan 2021, yakni sebesar 1,77% dan 1,87%. Selama tiga tahun berturut-turut, tumbuh lebih rendah dibanding rata-ratanya sebelum pandemi pada tahun 2011-2019 yang mencapai 3,95%.
Sektor Tanaman Pangan sebagai subsektor lapangan usaha pertanian bahkan hanya tumbuh 0,08% pada tahun 2022. Lebih rendah dari rata-rata sebelum pandemi pada tahun 2011-2019 yang sebesar 1,65%.
Sektor Konstruksi pun hanya mampu tumbuh 2,01% pada tahun 2022, setelah pada tahun 2021 tumbuh sebesar 2,81%, dan kontraksi (minus) 3,26% pada tahun 2020. Masih sangat jauh dari rata-rata pertumbuhan sebelum era pandemi, tahun 2011-2019, yang mencapai 6,54% per tahun. Hal ini juga tidak sejalan dengan narasi kebijakan yang terus memprioritaskan pembangunan infrastruktur.
Sektor Pertambangan dan Penggalian yang justeru kembali tampil cukup dominan. Pertumbuhan sebesar 4,38% pada tahun 2022 jauh melampaui rata-rata sebelum pandemi tahun 2011-2019 yang hanya sebesar 1,31%. Porsinya dalam struktur ekonomi pun melesat menjadi 12,22%. Hal ini bukan petanda baik bagi fundamental ekonomi dan transformasi perekonomian Indonesia.
Risiko Tidak Berkelanjutan dalam Komponen Pengeluaran
Pertumbuhan ekonomi tahun 2022 yang dirinci menurut komponen pengeluaran juga memberi indikasi kurang berkualitasnya. Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau yang bisa disebut sebagai komponen inbestasi hanya tumbuh 3,87%, atau di bawah pertumbuhan ekonomi. Dan belum kembali pada rata-rata pertumbuhan sebelum pandemi tahun 2011-2019 yang mencapai 6,02%.
Komponen Konsumsi Rumah Tangga memang sangat membaik dengan tumbuh sebesar 4,93% pada tahun 2022. Sebelumnya terkontraksi 2,63% pada tahun 2020 dan hanya tumbuh 2,02% pada tahun 2021. Akan tetapi masih di bawah pertumbuhan ekonomi dan rata-rata sebelum pandemi tahun 2011-2019 yang mencapai 5,12%.
Komponen Konsumsi Pemerintah justeru mengalami kontraksi atau minus sebesar 4,51% pada tahun 2022. Dengan kontraksi itu, sumbangannya terhadap pertumbuhan ekonomi bersifat mengurangi sebesar 0,31% poin. Fakta ini kurang mendukung narasi kebijakan Pemerintah yang mengemukakan fiskal ekspansif ataupun APBN berperan penting mendorong pertumbuhan ekonomi.
Komponen pengeluaran yang tumbuh pesat pada tahun 2022 adalah Ekspor Barang dan Jasa yang mencapai 16,28%. Capaian ini melanjutkan pertumbuhan tinggi pada tahun 2021 yang sebesar 17,95%. Padahal sempat terkontraksi dalam pada tahun 2020 sebesar 8,42%.