Scroll untuk baca artikel
Blog

Perusahaan Mulai Adopsi Aturan Soal Tunjangan Anak

Redaksi
×

Perusahaan Mulai Adopsi Aturan Soal Tunjangan Anak

Sebarkan artikel ini

Perceraian juga kemungkinan menjadi celah bagi mantan suami untuk melenggang dari tanggung jawab sebagai ayah karena dianggap sudah tidak tinggal satu atap dengan anak. Pemikiran inilah yang membuat kelalaian dalam mengasuh anak semakin besar.

Perceraian pun sering membawa perempuan menjadi korban. Selain dampak psikologis, perempuan menjadi ibu dan pekerja demi kesejahteraan anak mereka. Pemerintah dirasa perlu untuk menegaskan aturan yang jelas bagi mantan suami terhadap anak pasca perceraian. Lebih dari aturan hukum, lembaga pemaksa juga diperlukan.

Terkait itu, sudah mulai bermunculan perusahaan yang mengadopsi aturan soal tunjangan anak. Demikian disampaikan oleh pakar hukum Andi W. Syahputra saat Barisanco memintainya keterangan.

“Pasal 16 Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1977 tentang Penggajian PNS yang mengatur tentang tunjangan anak juga banyak diadopsi oleh banyak Peraturan Perusahaan. Bedanya jika pada PP No. 7 lebih ditegaskan sebagai pasal sedangkan dalam ranah perusahaan tunjangan anak dihitung secara kumulatif sebagai tunjangan keluarga,” katanya, Sabtu (1/5/2021).

Masyarakat sebenarnya bisa mengajukan gugatan eksekusi atas tunjangan anak yang tidak dibayarkan ke Pengadilan Negeri (non muslim) atau Pengadilan Agama (muslim). Tapi kenyataannya, banyak perempuan yang enggan berusaha untuk menuntut tunjangan dan pemeliharaan anak karena penegakan hukum sulit diakses.

Biaya yang tidak memadai untuk menyewa pengacara serta lamanya waktu yang harus dijalani membuat banyak perempuan memilih menerima keadaan karena enggan berurusan dengan hukum.

Jika membandingkan dengan Singapura, anak-anak mendapatkan hak perawatan hingga usia 21 tahun setelah orangtuanya bercerai. Bagi yang gagal membayarkan tunjangan anak, perusahaan secara otomatis akan mengurangi sebagian gaji dan mentransfer uang tersebut untuk pemeliharaan.

Selain itu ada penegakan hukum bagi yang mangkir termasuk hukuman penjara. Sistem hukum di Singapura mensyaratkan perceraian disertai dengan perintah pemeliharaan baik itu jumlah, waktu, dan penerima pembayaran.

Beratnya menjadi single parent menjadi permasalahan yang harus dihadapi perempuan Indonesia. Sehingga tak jarang, perempuan memilih bertahan dengan suami yang kasar karena faktor ekonomi.

Pemerintah sekiranya perlu untuk menegaskan soal tunjangan anak agar putusan pengadilan bukan hanya putusan kertas saja. []