Scroll untuk baca artikel
Blog

Piala Dunia dan Politik: Doa Publik Argentina yang Terkabul

Redaksi
×

Piala Dunia dan Politik: Doa Publik Argentina yang Terkabul

Sebarkan artikel ini

SEPAKBOLA bagi warga Argentina sudah seperti tuhan. Sepakbola bisa mengalahkan segalanya.

Tapi dalam Piala Dunia 2022 di Qatar, kali ini doa masyarakat Argentina sepertinya terbelah dan mungkin lebih banyak yang mendoakan kalah. Dan, ternyata dikabulkan. Leonel Messi dan timnya keok 1-2 kontra Arab Saudi.

Ini memang sebuah anomali dan baru kali ini banyak masyarakat Argentina tidak mendukung sepenuhnya untuk Tim Tango.

Rupanya, urusan politik sebagai penyebabnya. Kondisi ekonomi yang buruk ditandai inflasi yang nyaris menyentuh angka 100% menyebabkan masyarakat Argentina tidak terlalu antusias menyongsong Piala Dunia 2022.

Masyarakat curiga Pemerintah akan mendompleng Piala Dunia 2022 untuk memuluskan rencana ‘jahat’ rezim. Publik Argentina mengendus Pemerintah akan mengeluarkan kebijakan tidak populis dalam perekonomian sehingga tidak ada perlawanan dari publik.

Kelompok masyarakat yang berotak waras mengingatkan publik Argentina untuk tidak larut dalam Piala Dunia 2022 sehingga masalah dalam negeri terlupakan. Kalau di Indonesia sering disebut pengalihan isu.

Menurut mereka kemenangan dalam setiap pertandingan justru akan membuat masyarakat larut dan lupa akan masalah dalam negeri. Karena itu, kesebelasan Argentina harus kalah agar masyarakat tetap kritis dan awas atas segala kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah.

Olahraga dan sepakbola memang sangat rawan dipolitisasi dan dikapitalisasi. Sepakbola telah menjadi industri dan termasuk cabang olahraga yang penggemarnya lintas batas dan generasi, dari anak-anak hingga dewasa serta lintas gender.

Arkian, sepakbola sering menjadi alat politik, kampanye dan pencitraan bagi penguasa atau politikus untuk mendulang elektabilitas dan legitimasi.

Publik Argentina sangat paham dengan watak jahat para politikus. Karena itu, perhatian mereka kali ini terbagi antara urusan dalam negeri dan Piala Dunia.

Piala Dunia, hanya pesta empat tahunan dan dampaknya tidak masif. Sementara kalau kebijakan politik yang diambil Pemerintah salah maka dampaknya bisa dirasakan sampai 10 atau 25 tahun atau hingga satu generasi.

Publik akhirnya harus memilih prioritas. [rif]