Kontemplasi

Pidato 1 Juni

Ardi Kafha
×

Pidato 1 Juni

Sebarkan artikel ini
Pidato 1 Juni
Ilustrasi foto: Pexels.com/ el jusuf

Kemudian, kalau kita tengok hari ini, rasa-rasanya masih jauh dari kata ideal. Pancasila itu dimulai dari sila yang abstrak dan bermuara pada yang konkret. Dan anehnya, yang konkret itu yang justru sulit dibumikan.

Tatkala pemangku kebijakan gagal mewujudkan “keadilan sosial” lantas mengajak rakyat untuk mendongak ke langit, menyentuh “ketuhanan”. Seakan berlepas tanggung jawab dengan menyerukan akan pentingnya Tuhan.

Padahal, berdasar prinsip Pancasila, sila pertama, kedua, dan ketiga adalah nilai ideal yang abstrak. Kemudian sila keempat menjadi tata kelola negara yang berupa demokrasi untuk mewujudkan kehidupan yang berkeadilan.

Artinya, mengenang Pidato 1 Juni sedianya menjadi momentum yang menempatkan urusan keadilan sosial di posisi terdepan dalam berbangsa dan bernegara. Bahwa keadilan sosial seyogianya menjadi lokomotif yang menarik rangkaian gerbong aktualisasi sila-sila sebelumnya.

Sudah semestinya perekonomian berbasis ekstraktif, perekonomian yang merusak lingkungan hidup, dan aneka pembangunan yang meniadakan kaum tak berdaya, bertransformasi pada penciptaan keadilan untuk semua.  

Walhasil, Soekarno telah mengenalkan konsep lima dasar, Pancasila. Lima dasar itu ditopang oleh tiga arus utama ideologi. Dan dari ketiganya dipersatukan oleh semangat gotong royong.

Demikian pidato 1 Juni, pidato yang sangat filosofis dari seorang Soekarno.