“Ada kesan kuat bahwa TWK hanya menjadi instrumen politik untuk menargetkan para pegawai yang punya komitmen dan integritas pemberantasan korupsi yang tinggi,” kata lulusan New York University ini.
Dalam hal itu, Farouk juga mengatakan perlu ada upaya menyigi dampak-dampak dari TWK secara lebih mendalam. Tes tersebut mengandung sekian kontroversi mengingat banyak pertanyaan yang tidak relevan dengan konsep wawasan kebangsaan itu sendiri.
Tes TWK yang disponsori Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kemenpan-RB ini bahkan mempertanyakan soal-soal yang sensitif yang menyangkut keyakinan agama seseorang, di mana itu sebetulnya telah diatur dalam Pasal 29 Ayat 1 dan 2 Undang-Undang Dasar 1945.
“Jadi tes TWK selain cacat secara moral dan etik, juga melanggar undang-undang dasar yang mengatur kebebasan beragama,” kata Farouk.
“TWK juga telah memunculkan buntut amat beragam, mulai dari adanya narasi radikalisme dan cap taliban, sampai terbukanya ruang perdebatan terkait kesetiaan para pegawai terhadap bangsa. Meski tuduhan-tuduhan itu pada akhirnya tak terbukti, tapi telanjur mencoreng nama baik para pegawai KPK,” lanjutnya.
Ia menegaskan, harusnya negara tak abai dengan cacat prosedur yang dilakukan oleh BKN dalam TWK itu. Dampak tercorengnya nama baik para pegawai, bahkan semestinya, adalah merupakan tanggung jawab negara untuk memulihkannya.
Dalam hal ini PKS menilai sudah saatnya Presiden Jokowi sebagai pemimpin tertinggi negara melakukan public address yang lebih dari sekadar memberi nasihat. Apa yang diucapkannya pada Senin, 17 Mei 2021 silam, dengan menyebut bahwa hasil TWK tidak serta-merta bisa dijadikan dasar memberhentikan pegawai KPK yang tak lolos tes, faktanya kurang teresonansi secara positif dalam percakapan publik.
Farouk mengatakan ada tiga hal krusial yang perlu dibuktikan dalam public address presiden. Pertama, Presiden perlu membuktikan bahwa ia mendengarkan suara rakyat yang ingin melihat KPK kembali bertaji.
“Presiden pernah begitu teguh membela KPK seperti saat Novel Baswedan disiram air keras pada 2017 lewat respons sigapnya membentuk tim pencari fakta. Dan kini ia perlu mengulanginya lagi,” kata Farouk.
Kedua, Presiden harus mengonsolidasikan semua bawahannya yang terlibat dalam sengkarut KPK. “Presiden Jokowilah yang paling bertanggung jawab terhadap apapun yang terjadi selama masa pemerintahannya. Dalam konteks ini pada intinya jangan sampai timbul kesan bahwa ia sebagai Kepala Negara tidak bisa mengendalikan aparatnya sendiri,” lanjutnya.
Ketiga, Presiden perlu memberikan perlindungan kepada para pegawai KPK yang tidak lolos tes TWK, baik itu perlindungan hukum, pemulihan martabat dan nama baik, serta memastikan keamanan nyawa mereka.