Scroll untuk baca artikel
Kolom

Pondasi Republik: Perbedaan Hukum dan Peraturan

Redaksi
×

Pondasi Republik: Perbedaan Hukum dan Peraturan

Sebarkan artikel ini

Hakikat hukum hanya bisa ditilik melalui ontologi hukum. I Dewa Gede Atmaja (dalam Erwin,2016) menyebutkan ontologi hukum merupakan penelitian tentang hakikat dari hukum. Untuk memahami hakikat hukum perlu mengetahui; apa yang dimaksud dengan hakikat?

Menurut Erwin(2016), hakikat adalah sebab terdalam dari adanya sesuatu. Hakikat juga berarti eksistensi (keberadaan) dari segala sesuatu yang didalamnya terdapat substansi dan aksidensi didalamnya.Sementara itu Aristoteles (dalam Erwin,2016) mengatakan hakikat mengajarkan kita untuk memisahkan antara substansi (yang hakikat itu) dengan aksidensi (kuantitas, kualitas, relasi, status, waktu, tempat, situasi, aktivitas, dan positivitas).

Lantas, ketika ditanya; apa hakikat hukum? Maka jawabannya adalah substansi hukum itu sendiri-dan substansi hukum itu adalah ajaran moral. Sampai pada penjelasan ini, mungkin anda (para pembaca) belum bisa menangkap maksud dari penejelasan saya.

Oleh sebab itu, biarkanlah saya menjelaskan secara lebih terperinci tentang substansi hukum tersebut. Nilai, etika, moral, dan hukum adalah empat hal yang mempengaruhi kehidupan manusia di dalam realitas. Realitas yang terdiri dari kebaikan dan keburukan membutuhkan alat sensor yang bernama nilai.

Nilai adalah hal yang berada di dalam diri manusia yang berfungsi untuk mencari sesuatu hal yang berguna demi kebaikan hidup. Kemudian, untuk menelusuri hal yang berguna tersebut, manusia memerlukan etika. Etika adalah cara untuk mencari tahu mengapa hal itu disebut baik/buruk atau juga bisa disebut sebagai pemikiran yang ada dibalik baik/buruk.

Lalu, etika diterjemahkan menjadi ajaran moral. Ajaran moral adalah ajaran yang menetapkan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan guna menuntun manusia  hidup dan bertindak menjadi manusia baik. Dan kemudian ajaran moral inilah yang dibakukan menjadi hukum.

Dari penjabaran sebelumnya bisa dilihat bahwa hukum mempunyai sifat tidak terbatas karena bersumber dari ajaran moral. Ajaran moral selalu merujuk kepada akal dan hati yang mengarahkan manusia untuk mencapai kebaikan di dunia dan akhirat.

Peraturan

Menurut Erwin (2016), secara ontologis peraturan berasal dari kesepakatan yang merujuk pada dominasi penguasa. Oleh sebab itu persoalan akal dan hati sifatnya terbatas.

Kemudian, dengan mengatasnamakan kajian moral dibuat menjadi pedoman demi sebuah kepentingan. Dan,pada akhirnya diharapkan hasilnya adalah rekayasa sosial.Peraturan juga bisa disebut sebagai generalisasi yang dipatutkan untuk menjadi standar mengawali adanya istilah “harus.”