Kepentingan Nasional Indonesia belajar dari kasus Rusia – Ukraina. Beberapa negara besar sudah menyatakan akan memboikot pertemuan Presidensi G20 di Indonesia
BARISAN.CO – Prof Ginandjar Kartasasmita mengatakan kepentingan nasional Indonesia adalah agar konflik cepat berhenti dan perdamaian terwujud, karena Pertama, perang dan sanksi-sanksi ekonomi telah menyulitkan dan menekan ekonomi Indonesia dan ASEAN khususnya. Kedua, Berpengaruh terhadap posisi Presidensi Indonesia di G-20. Ketiga, Risiko kenaikan harga-harga pupuk, gandum jagung, minyak dan gas yang telah langsung naik tinggi akibat invasi. Rusia produsen gandum terbesar dunia bersama Ukraina (supplier 30 % gandum dunia), Jagung dunia 13% dihasilkan Ukraina.
“Konflik peradaban sekarang adalah konflik peradaban Barat vs peradaban Timur. Namun mentalitas Rusia lebih banyak ke Timur. 70% sikap mental Rusia mewakili peradaban Timur. Rusia tidak betul-betul Barat meski bersistem Demokrasi tetapi bukan demokrasi murni,” terangnya dalam Kuliah Umum Universitas Paramadina dengan tema Security Dilemma dan Kepentingan Nasional Indonesia dan Asia” (Belajar dari Kasus Rusia – Ukraina), Rabu (30/3/2022).
Menurut Ginandjar jika Rusia adalah negara demokratis, maka tidak akan terjadi invasi ke Ukraina karena harus menunggu izin parlemen Rusia.
“Zaman ke depan adalah abad yang dipimpin oleh China dengan kekuatan ekonomi dan teknologinya. Teknologi adalah kunci kemenangan peradaban saat ini,” imbuhnya.
Seementara itu, Direktur PGSD Universitas Paramadina Dr. Shiskha Prabawaningtyas menyampaikan kejutan yang terjadi paska agresi Rusia ke Ukraina memunculkan pertanyaan apakah telah pecah dan bergesernya bangunan western trans Atlantik yang ditandai ketika Rusia membangun proxy dengan China.
“Apakah hal itu juga sebagai bagian dari perjalanan value western yang dilihat oleh peradaban non barat sebagai peradaban hipokrit, dan mementingkan diri sendiri. Mungkinkah akan bergeser ke sebuah peradaban baru yang masih menyusun bentuknya sendiri,” sambungnya.
Shiskha mempertanyakan, akan bergerak ke arah mana setelah sebelumnya ada clash antara Komunis vs Demokrasi dan kemudian Demokrasi vs Otokrasi.
“Terjadi benturan nilai peradaban dan Tarik menarik antara sistem nilai demokrasi dan otokrasi. Apa lagi setelah terbukti sistem besar demokrasi tidak menjamin efektivitas negara ketika berhadapan dengan pandemi Covid 19,” jelasnya.
Menurut Shiskha harus ada kebijakan yang tepat terkait kondisi yang di luar perkiraan terjadi ketika Indonesia sebagai Presidensi G20. Konsiderasi policy harus diperiapkan dengan narasi yang tepat karena Rusia telah menyatakan akan hadir pada sidang G20.
“Indonesia jelas berada pada beberapa pilihan pensikapan. Beberapa negara besar sudah menyatakan akan memboikot pertemuan G20 di Indonesia jika Rusia diizinkan hadir,” pungkasnya. [Luk]