“Kalau Ken bersedia jadi istriku, Aku akan ajak Ken hidup di kampung yang sepi. Pergi ke tegal, ngarit, menjemur gaplek atau mipil jagung. Pendek kata aku tak menawarkan kemewahan barang secuilpun,” ucap Sukidi suatu malam sehabis pertunjukan. Meski Ken tak tahu apa yang diomongkan Sukidi padanya, tetapi kata-kata itu bak mantra yang menyihir kesadaran Ken. Sukidi seperti datang tepat waktu di saat Ken ingin mengubur segala keglamouran bintang panggung tobongnya.
“Dasar anak tak tahu diri! Andai saja tidak aku pelihara mungkin ia sudah jadi gembel!” ucap Niko sambil menggbrak meja. Lanjar hanya terdiam saja tak berani membatah sepatahkatapun. Pagi itu Lanjar melaporkan kepada Niko bahwa Ken mundur dari tobong dang dut yang ia pimpin.
“mentang-mentang sudah jadi primadona tobong. Anak itu perlu diberi pelajaran,” sahut Niko sekali lagi dengan geram. Mendengar ancaman Niko tak urung Lanjar bergidik juga. Pemilik tobong dangdut itu bukan hanya terkenal sebagai raja tega tapi juga memiliki backing aparat. Dalam hati lanjar merasa bersalah telah melaporkan Ken. Ia juga merasa kasihan dengan nasib ken apabila Niko benar-benar melaksanakan ancamannya tersebut. Dalam hati lelaki itu menyesal mengapa ia melaporkan kejadian malam itu kepada Niko.
“Pergilah! Pastikan anggotan tobong yang lain tidak terpengaruh oleh Ken! Biar Ken aku yang urus. Dasar anak tak tahu diuntung,” ujar Niko sekali lagi masih dengan nada kemarahannya.
Sepeninggal Lanjar, Niko segera menelpon bendaharanya. Ia minta agar bendaharanya menyiapkan tiga buah amplop. Dan tak lama kemudian, Niko telah terlihat duduk di hadapan Pak Camat.
“Mengapa tobongnya belum dibongkar? Bukankah seharusnya hari Minggu kemarin dibongkar?” tanya Pak Camat sembari memainkan penggaris yang ada di tangannya.
“Anu pak!” jawab Niko gugup.
“Saya bisa kena marah Pak Bupati!” lanjut Pak Camat sambil menyulut rokoknya.
“Beri Saya Waktu seminggu lagi Pak! Pemasukannya masih tipis,” jawab Niko memelas.
“Tidak bisa. Ijin yang Saya berikan Cuma sampai hari Minggu kemarin,” jawab Pak Camat ketus sambil menghirup rokoknya dalam-dalam.
“Beri Saya kesempatan seminggu lagiPak!” ucap Niko sambil menyerahkan amplop yang ditaruh di dalam map. Mendengar permintaan Niko, Pak Camat hanya terdiam saja sambil menikmati hisapan rokoknya.
“Kalau Bapak berkenan, biarlah Ken menemani bapak bersenang-senang barang semalam.” Ucap Niko sedikit berbisik. Mendengar perkataan Niko barusan, wajah lelaki berumur setengah abad itu terlihat berseri-seri.