Dalam hal pembayaran bunga utang dibutuhkan perhitungan yang lebih teknis. Pihak Pemerintah memiliki informasi yang mencukupi dan memang selalu melakukan perhitungan dan estimasi. Antara lain dari suku bunga atau kupon SBN dan tingkat bunga pinjaman. Sebagai contoh, mencermati perkembangan yield SBN benchmark, terutama di pasar perdana atau ketika diterbitkan.
Pemerintah menyampaikan kepada publik rencana dan realisasi pembayaran bunga utang selama setahun dalam APBN. Realisasi pada tahun 2020 sebesar Rp314 triliun. Dan direncanakan sebesar Rp373 triliun pada tahun 2021.
Pembayaran bunga utang pada tahun 2020 itu sebesar 5,78% dari posisi utang rata-rata. Bukan dari posisi utang akhir tahun. Bisa dikatakan besaran ini merupakan tingkat bunga secara umum atas total utang pemerintah. Rata-ratanya selama periode 2015-2020 sebesar 5,75%.
Profil utang pemerintah sering digambarkan pula dalam berbagai indikator yang merupakan rasio antar besaran. Yang paling populer adalah rasio posisi utang atas Produk Domestik Bruto (PDB).
Sebagai contoh, posisi utang akhir tahun 2020 sebesar Rp6.080 triliun dan PDB sebesar Rp15.434 triliun, maka rasionya 39,39%.
Data PDB pada tahun 2021 yang sedang berjalan belum bisa dipastikan. Baru diketahui data PDB untuk triwulan I. Di sisi lain, posisi utang pemerintah 31 Mei 2021 tadi telah diketahui. Untuk keperluan analisis dan laporan kepada publik, Pemerintah melakukan estimasi “menyetahunkan” data yang tersedia. Pemerintah mengatakan rasionya sebesar 40,49%. Dengan kata lain, saat ini berasumsi PDB nominal tahun 2021 sebesar Rp15.851 triliun.
Indikator utang lainnya berupa posisi utang akhir tahun dengan pendapatan negara selama setahun. Pada 2020, pendapatan negara mencapai Rp1.648 triliun, maka rasionya sebesar 369%. Tak tersedia rasio per akhir Mei 2021, karena hal demikian memang tidak lazim. Namun dapat diprakirakan rasio pada akhir tahun 2021 berdasar postur APBN.
Rencana penambahan utang karena pengelolaan APBN 2021, tercermin dari nilai pembiayaan utang, sebesar Rp1.177 triliun. Artinya, posisi utang akhir tahun 2021 akan sebesar Rp7.257 triliun. Jika target pendapatan negara sebesar Rp1.744 triliun tercapai, maka rasionya menjadi 416%.
Perlu diketahui, prakiraan itu berasumsi kurs rupiah di kisaran yang sama dengan akhir tahun 2020. Jika melemah, akan lebih besar dari itu.
Indikator yang sebenarnya lebih penting adalah terkait dengan kemampuan membayar beban, yang dikenal sebagi debt service ratio (DSR). Beban pembayaran utang yang terdiri dari pelunasan pokok utang dan pembayaran bunga utang, dibandingkan dengan pendapatan negara.