Scroll untuk baca artikel
Blog

Prognosis APBN 2021 dan PEN di Tengah Pandemi Covid-19

Redaksi
×

Prognosis APBN 2021 dan PEN di Tengah Pandemi Covid-19

Sebarkan artikel ini

Lebih detail, anggaran bidang kesehatan dengan alokasi Rp87,55 triliun, realisasinya baru Rp7,1 triliun. Realisasi tersebut mencakup insentif kesehatan pusat dan daerah senilai Rp1,8 triliun, santunan kematian 54 tenaga kesehatan Rp16,2 miliar, dana Gugus Tugas Covid-19 Rp3,2 triliun, serta insentif bea masuk dan PPN kesehatan Rp2,1 triliun.

Sementara untuk program perlindungan sosial dengan alokasi Rp203,91 triliun, realisasinya baru mencapai Rp86,45 triliun. Realisasi tersebut mencakup program PKH Rp26,6 triliun, Kartu Sembako Rp25,8 triliun, bantuan sembako Jabodetabek Rp3,2 triliun, bantuan tunai non-Jabodetabek Rp16,5 triliun, Kartu Prakerja Rp2,4 triliun, diskon listrik Rp3,1 triliun, serta BLT Dana Desa Rp8,8 triliun.

Rendahnya realisasi PEN telah menyulut kemarahan Presiden Jokowi yang menganggap para menterinya tidak bekerja dalam semangat menghadapi krisis. Presiden terekam tidak hanya sekali marah. Sudah berkali-kali Presiden kecewa terhadap realisasi PEN.

BLT Karyawan

Rendahnya penyerapan PEN diduga menjadi penyebab Pemerintah mengambil kebijakan memberi bantuan atau subsidi kepada karyawan swasta yang bergaji di bawah Rp5 juta. Besaran subsidinya mencapai Rp600 ribu per orang selama 4 bulan.

Menurut Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, program subsidi tersebut menelan biaya hingga Rp37,7 triliun. Selain itu, Jumlah calon penerima ditingkatkan menjadi 15.7 juta orang yang semula hanya 13,8 juta orang. Program ini ditargetkan mulai berjalan pada bulan September 2020.

Bantuan ini ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Ada persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi. Pertama, penerima bantuan terdaftar sebagai BPJS Ketenagakerjaan. Kedua, aktif membayar iuran.

Bantuan subsidi untuk karyawan sebetulnya patut diapresiasi sebagai langkah terobosan. Namun di sisi lain juga harus diwaspadai karena bisa menimbulkan protes oleh sebagian pihak yang menganggap program tersebut sangat diskriminatif dan tidak memenuhi rasa keadilan.

Program ini berpotensi menimbulkan masalah baru. Ini bicara rasa keadilan. Karyawan yang sudah punya gaji disubsidi, tapi bagaimana pekerja yang dirumahkan bahkan kena PHK selama pandemi ini berlangsung? Jangan sampai muncul kecemburuan sosial di tengah masyarakat yang sama-sama terdampak oleh pandemik.

Bahkan, bila melihat persyaratan yang ditetapkan yakni harus terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan dan aktif membayar iuran, maka akan banyak karyawan yang akan kesulitan mengakses program tersebut, karena masih banyak karyawan yang belum didaftarkan oleh perusahaannya sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan