Scroll untuk baca artikel
Opini

Prognosis APBN 2021 dan PEN di Tengah Pandemi Covid-19

Redaksi
×

Prognosis APBN 2021 dan PEN di Tengah Pandemi Covid-19

Sebarkan artikel ini
Oleh: Heri Gunawan

Barisan.co – Kian meluasnya Covid-19 telah berdampak buruk terhadap perekonomian. Kebijakan PSBB ditengarai menjadi penyebab pertumbuhan yang negatif. Setidaknya itulah klaim dari Menteri Keuangan Sri Mulyani merespon pertumbuhan negatif yang diumumkan oleh BPS.

Sebelumnya, BPS menyatakan bahwa perekonomian pada kuartal II-2020 mengalami minus sebesar 5,32 persen. Capaian tersebut turun drastis dibanding kuartal I-2020 yang masih tumbuh positif 2,97 persen.

Pertumbuhan negatif mengantarkan Indonesia di ambang resesi. Bila pada kuartal III-2020 masih negatif juga, maka Indonesia resmi masuk ke dalam resesi.

Perlu diketahui, saat ini sudah ada 9 negara yang dinyatakan masuk resesi. Yaitu, Jerman, Amerika Serikat, Perancis, Italia, Korea Selatan, Jepang, Hong Kong, dan 2 negara di ASEAN yakni Singapura dan Filipina.

Oleh karena itu, capaian ekonomi pada kuartal III-2020 menjadi sangat penting. Tidak hanya sebagai penentu masuk tidaknya Indonesia dalam fase resesi. Tetapi juga sangat memengaruhi prognosis APBN 2021.

Postur APBN 2021

Pemerintah dan DPR sudah menyepakati postur makro fiskal dan asumsi makro yang akan menjadi dasar pemerintah dalam menyusun RUU APBN 2021 beserta nota keuangannya.

Dalam Postur APBN 2021 ditargetkan penerimaan negara mencapai 9,90 persen hingga 11 persen terhadap PDB. Belanja negara sebesar 13,11 persen hingga 15,17 persen. Dengan begitu, maka defisit APBN 2021 mencapai 3,21 persen hingga 4,17 persen.

Sehingga untuk menutup defisit, maka rasio utang ditarget antara 36,67 persen hingga 47,97 persen terhadap PDB.

Adapun asumsi makro meliputi pertumbuhan ekonomi 4,5 persen hingga 5,5 persen. Inflasi 2 persen hingga 4 persen. Nilai tukar Rupiah terhadap USD Rp13.700-Rp14.900. Dan suku bunga SBN 10 Tahun 6,29 persen hingga 8,29 persen.

Untuk target pembangunan, disepakati tingkat pengangguran terbuka 7,7 persen hingga 9,1 persen. Tingkat kemiskinan 9,2 persen hingga 9,7 persen. Indeks Gini Rasio 0,377 hingga 0,379, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 72,78 hingga 72,95.

Selain itu disepakati juga indikator pembangunan yaitu Nilai Tukar Petani (NTP) di kisaran 102-104 serta Nilai Tukar Nelayan (NTN) di kisaran 102-104. NTP dan NTN di atas 100 menunjukkan bahwa Petani dan Nelayan mengalami surplus atas hasil produksinya dibanding harga-harga barang yang dikonsumsinya.

Optimisme yang tercermin dalam Postur APBN 2021 menuai banyak kritik. Pertumbuhan ekonomi 4,5 persen hingga 5,5 persen dianggap tidak realistis di saat belum ada perkembangan positif atas penanganan Covid-19. Apalagi pada kuartal II-2020 pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi yang cukup dalam. Dan ada kemungkinan konstraksi tersebut akan berlanjut hingga kuartal III-2020.

Pertumbuhan Minus

Capaian produk domestik bruto (PDB) pada kuartal II-2020 yang minus hingga 5,32 persen mengagetkan banyak pihak. Kontraksi ini lebih dalam dari konsensus pasar maupun ekspektasi pemerintah dan Bank Indonesia di kisaran 4,3 persen hingga 4,8 persen.

Total PDB pada kuartal II berdasarkan atas harga berlaku mencapai Rp3.687,7 triliun. Sementara berdasarkan harga dasar konstan dengan tahun dasar 2010 mencapai Rp2.589,6 triliun.

Struktur PDB Indonesia pada kuartal kedua tidak banyak berubah. Dari sisi produksi, sekitar 65 persen perekonomian masih dipengaruhi oleh lima sektor utama yaitu industri, pertanian, perdagangan, konstruksi, dan pertambangan. Dari kelima sektor penopang ini, hanya pertanian yang tumbuh positif.

Kontribusi sektor pertanian terhadap produk domestik bruto (PDB) mengalami peningkatan. kontribusi pertanian naik menjadi 15,46 persen pada kuartal II 2020 dibandingkan dengan kontribusi pada kuartal II 2019 sebesar 13,57 persen.