Bentuk strategi bagaimana bank digital dapat cuan yakni dengan menggunakan promo bunga tinggi, namun risikonya menekan keuntungan sehingga berkurang
BARISAN.CO – Sepanjang 2021, sejumlah bank digital menunjukkan kinerja yang moncer. Tercatat, PT Bank Jago Tbk, bank digital besutan bankir senior, Jerry Ng yang masuk dalam ekosistem GoTo telah membukukan laba bersih senilai Rp.86,02 miliar pada 2021, naik 145,38% (yoy) dari 2020 yang merugi sebanyak Rp.189,57 miliar.
Begitu juga dengan PT Allo Bank Indonesia Tbk, bank digital milik pengusaha nasional, Chairul Tanjung. PT Allo Bank Indonesia Tbk sepanjang 2021 mencatatkan keuntungan hingga Rp.192,47 miliar. Melambung tinggi 420% (yoy) dari 2020 yang untung hanya Rp.37 miliar.
Di balik kiinerja yang apik itu, sejumlah bank digital banyak yang saling adu bunga simpanan untuk menggaet nasabah baru sebanyak mungkin.
Sebab, dengan penawaran bunga yang tinggi itu akan menjadi daya tarik agar masyarakat memanfaatkan produk-produk yang dimiliki bank tersebut.
Misalnya saja, Bank Jago yang berani memberikan bunga simpanan 7% per tahun dalam promonya untuk pengguna baru selama kurun waktu 1 Desember 2021 hingga 20 Februari 2022, dengan syarat menghubungkan kantong Jago dengan Gopay.
Sementara, PT Bank Neo Commerce Tbk juga memberikan promo bunga deposito tinggi 8% untuk tenor 12 bulan lewat produknya, deposito Neo Wow. Ada juga Sea Bank Indonesia yang menawarkan bunga simpanan hingga 7% per tahun, selama masa promo hingga Maret 2022.
Strategi Bank Digital
Namun, tidak semua bank digital menawarkan promo seperti itu. Jika dilihat, hanya bank-bank digital yang berasal dari bank kecil atau Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) I dan II yang melakukan penawaran bunga simpanan yang tinggi.
Berbeda tentunya dengan bank digital milik bank BUKU III dan IV, seperti Blu, bank digital milik BCA, atau Bank Raya Indonesia Agroniaga (AGRO) besutan BRI yang sudah memiliki basis nasabah yang luas sehingga tidak agresif menawarkan promo bunga simpanan yang tinggi.
Menanggapi fenomena itu, dikutip dari Alinea, Piter Abdullah, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) berpendapat bahwa promo bunga agresif seperti itu bukanlah hal baru.
Tidak juga disebut bakar uang, lantaran sebelum-sebelumnya bank baru juga melakukan hal serupa untuk menarik nasabah baru. Bahkan, menurutnya, strategi demikian juga tak bakal berlangsung lama, hanya sementara saja.
Keuntungan
Siasat promo bunga tinggi, tentunya berimbas pada keuntungan bank yang diperoleh dari pendapatan bunga bersih (net interest income) dari spread based income. Dimana bunga yang tinggi justru akan menekan keuntungan, sehingga keuntungan yang diperoleh semakin berkurang.
Namun, bank bisa memperoleh keuntungan lebih dari pendapatan non bunga seperti fee based income. Besar pendapatan itu bergantung pada intensitas transaksi nasabah. Maka, semakin sering nasabah bertransaksi lewat aplikasi bank digital, seperti transfer antar bank, top up saldo e-wallet, dan lain-lain maka keuntungan yang diperoleh semakin besar.
Untuk itulah, dengan keunggulan yang dimiliki oleh bank digital, maka bank digital mesti masuk ke dalam ekosistem ekonomi digital. Sebab, dengan begitu, bank digital akan terintegrasi dengan berbagai macam aplikasi. Sehingga dapat mengambil biaya dari setiap transaksi elektronik bank di aplikasi-aplikasi yang ada di dalam ekosistem tersebut.
Namun begitu, bukan tanpa risiko. Hingga sekarang, masih ada sejumlah bank digital yang belum dapat membukukan keuntungan. Contohnya, Bank Neo Commerce yang memperkirakan baru akan masuk ke dalam fase profitable dalam waktu 3-5 tahun setelah transformasi ke bank digital, terhitung sejak 2020.
Tercatat, pada 2021, Bank Neo Commerce masih mencatat rugi bersih Rp.986 miliar. [Luk]