SIANG itu tidak begitu banyak orang berkunjung di Taman Wisata Ragunan, mungkin karena ini hari senin. Jadi pelajar dan pekerja mulai sibuk dengan kegiatannya. Namun tempat wisata tetap tempat wisata, tentu masih ada yang berkunjung. Anak-anak pra sekolah tampak riang gembira di lingkungan yang khusus di desain untuk permainan anak. Tempat ini di padati oleh anak-anak yang ingin belajar tentang kehidupan, dari nama-nama hewan dan tumbuhan. Mereka asyik bermain dengan seusianya dan para guru tampak serius mengamati anak didiknya.
Akan tetapi bagiku hari ini tetap sepi, walaupun aku masih di temani oleh sahabatku yang selalu setia menemaniku. Dia memiliki nama Ilham yang di besarkan oleh mewahnya kota Jakarta. Akan ke mana hidup ini berlabuh jika masih ada sangkar yang masih saja mengekangnya, namun aku tetap berpikir mengapa kehidupan ini tetap sepi ataukah karena aku terpenjara dalam area yang menyejukkan ini.
Dari arah pandanganku yang lain aku pandangi temanku yang baru saja membeli rokok dan minuman. Dari tangan dan jari-jarinya yang kasar itu ia menatapku dengan nafas terhempas diberikannya rokok dan minuman kepadaku
“Sebatang rokok dan sebotol minuman, Rony?”
Aku mengangguk sambil menerima tawarannya yang dibelinya dengan uang yang ia cari sendiri dari bus ke bus, dari halte satu ke halte lainnya. Memang ia hanya seorang pengamen, namun hatinya seperti pengusaha yang dermawan. Kemudian dia berdiri menatapku di bangku taman yang berbalut coret-coretan. Ku hisap rokok itu sambil aku pandangi gajah-gajah besar itu.
“Apa yang sedang kau pikirkan, Rony”
“Ya…Ilham, coba kau pikirkan bagaimana rasanya menjadi mereka, semua tidak adil.”
“Tidak adil, bagaimana?”
“Mereka terkurung di kandang-kandang besar. Namun mereka tidak sadar bahwa dirinya sebenarnya telah dianiaya dan mereka tidak berdosa. Pantaskah dunia memperlakukannya seperti itu mengapa tidak aku saja yang dipenjara. Kau kan tahu banyak darah yang keluar dari tanganku, seluruh tubuhku penuh dengan noda-noda dosa. Tapi ini tidak adil mereka tidak melakukan kesalahan, akulah yang salah!”
“Tenangkan dirimu kita ke sini untuk berlibur.”