BARISAN.CO – Ekonom Fadhil Hasan meminta pemerintah menunda rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) sampai penanganan Covid-19 selesai. Fadhil juga menyoroti sosialisasi yang rendah terkait pemindahan IKN tersebut.
“Wacana pemindahan ibu kota hanya terjadi di kalangan elite dan lebih bersifat teknokratis, kurang partisipatif dan akuntabel. Terjadi gap antara publik dan negara dalam wacana pemindahan ibu kota ini.” ujar Fadhil Hasan, dalam diskusi virtual yang diselenggarakan Narasi Insitute, Jumat (16/4).
Fadhil juga menyoroti rencana Kepala Bappenas Suharso Monoarfa yang akan melaksanakan peletakkan batu pertama IKN di Ramadan ini. Padahal, menurutnya, bahkan DPR pun baru akan membahas RUU IKN dalam tahun ini.
“Bahkan draft RUU dari pemerintah pun belum DPR terima. Artinya, peletakan batu pertama pembangunan ibu kota ini dilakukan tanpa ada payung hukumnya,” katanya.
Fadhil juga menyoroti beredarnya argumen yang menyebut adanya over capacity Jakarta sebagai ibu kota sebenarnya tidak cukup kuat. Ada kesan pemerintah ingin menghindari upaya mengatasi persoalan Jakarta, padahal jika pindah pun belum tentu persoalan itu akan terselesaikan.
“Lalu, jika alasannya adalah pemerataan pembangunan, sebenarnya sejak tahun 2001 pemerintah memiliki kebijakan dan instrumen seperti otonomi dan desentralisasi fiskal melalui Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, yang bertujuan untuk akselerasi pemerataan pembangunan Jawa dan luar Jawa.” Kata Fadhil.
Fadhil juga menyoroti masalah pembiayaan IKN. Menurutnya, Indonesia saat ini tidak memiliki kapasitas ekonomi dan keuangan yang memadai untuk membiayai pembangunan IKN baru.
“Utang pemerintah terus meningkat. Sekarang berjumlah sekitar Rp6.300 triliun, dan diperkirakan akan berjumlah Rp 10.000 triliun pada 2024. Itu cukup membebani perekonomian. Apalagi penerimaan negara dari sektor pajak justru semakin menurun diukur dari tax ratio-nya. Tax ratio terus mengalami penurunan dari 10,2% pada tahun 2018 menjadi 7,9% pada tahun 2020.” Katanya.
Di tengah upaya penanganan kesehatan dan pemulihan ekonomi, membangun ibu kota baru sungguh bukan merupakan prioritas yang tepat dan langkah yang benar. Alih-alih hanya akan menambah beban perekonomian dan persoalan yang lebih rumit bagi pemerintah.
Seterusnya, adanya justifikasi tentang bolehnya pembiayaan IKN didapat dari pihak swasta, menurut Fadhil, juga tidak dapat dibenarkan. Apalagi kondisi perekonomian belum baik, dan trennya menurun dan kondisi iklim investasi belum kondusif.
“Legacy yang ingin ditorehkan Jokowi akan berakhir sebagai misery yang bagi masyarakat banyak.” Ujar Fadhil Hasan. [dmr]