Scroll untuk baca artikel
Blog

Revitalisasi Seni Tradisi: Catatan untuk Pejuang Kebudayaan

Redaksi
×

Revitalisasi Seni Tradisi: Catatan untuk Pejuang Kebudayaan

Sebarkan artikel ini

Gelombang kehidupan baru, gaya hidup baru, orientasi baru dan cara-cara hidup baru telah menenggelamkan tatanan yang ada menjadi usang dan ditinggalkan. Mulanya di kota-kota dan kemudian bergerak ke perdesaan. Pada posisi ini tradisi, termasuk seni tradisi turut tenggelam di dalamnya.

Masalah yang muncul adalah, apakah gerak kebudayaan baru itu adalah gerak kemajuan yang sudah tepat dan diterima? Apakah kita sudah siap meninggalkan yang lama untuk menuju tatanan baru?

Di satu sisi gerak modernisasi terus melaju dengan segala pernak-perniknya seraya tak bisa dicegah dan dihindari.

Di sisi lain muncul keresahan di sana-sini soal identitas, jatidiri dan perilaku yang menjauh dari nilai-nilai budaya. Pendidikan karakter bangsa dan persoalan akhlak sering mengemuka menjadi wacana merupakan bentuk kecemasan tersendiri. Menjamurkan sekolah-sekolah agama dan antusiasme masyarakat menyekolahkan anaknya di tempat itu untuk sebagian menjawab kerasahan atas berbagai gejala yang terjadi di masyarakat.

Munculnya grup-grup medsos yang mengarah pada unsur kekeluargaan adalah bentuk respons atas kondisi individualisme yang makin menguat. Dan banyak tayangan dan cerita pendek yang berbasis budaya lokal saya kira adalah bentuk kerinduan pada yang lama dan tradisional.

Modernisme memberi ruang luas pada individualisme dan materialisme, pada saat yang sama menjadi ruang hampa pada dimensi ruhaniah (spiritualitas). Ada kegersangan ruhani dan kekeringan hubungan antarmanusia yang berlanjut pada krisis makna pada kehidupan modern kita saat ini.

Khazanah makna-makna yang kaya pada masa silam mulai ditinggalkan sementara kehidupan baru tak memberikan jawaban atas persoalan itu. Keadaan atas surutnya yang lama dan tak menemukan makna-makna pada situasi baru, di situlah sebenarnya krisis sedang terjadi.

Pada saat krisis seperti ini ada kecenderungan romantik, orang ingin kembali mendapatkan kedamaian di masa lalu. Kehangatan, keharmonisan, keindahan, kebersahajaan dan ‘kepastian’ di masa lalu seperti sebuah kerinduan.

Namun itu pilihan tak mudah. Apa yang silam sering tidak tampil menarik. Dalam hal seni misalnya, produk seni budaya tradisional sering konservatif pada kelampauan, pada pakem lama yang tidak bisa diserap citarasanya pada masa kini. Meski dalam suasana krisis, masyarakat cenderung tak ingin balik lantaran yang silam tidak tampil menarik.

Di sinilah persoalan mesti dijawab. Pertama modernisasi tak menjawab kebutuhan batin masyarakat yang sudah dibentuk oleh sejarah dan kebudayaannya. Di sisi lain keberadaan tradisi tak tampil memberi jawaban yang memuaskan untuk masyarakat kembali pada pangkuan budaya.