Meski disebut kebijakan berbagi beban, BI secara keseluruhan sebenarnya memperoleh pendapatan bunga. Hanya nilainya tak sebesar andai tanpa skema. Laporan keuangan BI tahun 2020 tetap mencatat surplus sebesar Rp26,73 triliun. Pada tahun 2021 pun diprakirakan masih akan surplus.
Isu kebijakan terkini, pada tahun 2022 memang BI diprakirakan berpotensi mengalami defisit. Bahkan, bisa berlangsung hingga tahun-tahun berikutnya. Namun, soalan defisit BI tampak tidak terlampau mengkhawatirkan, antara lain karena nilainya masih cukup terkendali.
Persoalan lebih berat terkait dengan nilai dan porsi kepemilikannya yang makin besar. Diantaranya terhubung erat dengan porsi kepemilikan bank-bank yang juga makin besar.
Kepemilikan bank atas SBN domestik diperdagangkan per 31 Agustus 2021 mencapai Rp1.108,51 triliun atau berporsi sebesar 25,37%. Pada akhir tahun 2019, posisinya baru sebesar Rp570,65 triliun atau 20,73%.
Kepemilikan bank sempat cukup besar pada era kebijakan rekapitulasi perbankan. Pemerintah mengambil alih aset perbankan peserta program, dibayar dengan surat utang negara. Istilah surat utang negara belakangan diperluas menjadi Surat Berharga Negara (SBN), antara lain karena adanya SBN Syariah. Porsi kepemilikan bank sempat mencapai lebih dari 88% pada akhir 2002.
Program restrukturisasi perbankan dan dinamika perekonomian selanjutnya berdampak pada pengurangan kepemilikan SBN oleh bank. Namun prosesnya butuh waktu bertahun-tahun. Porsinya masih sebesar 43,72% pada akhir 2009. Kecenderungan penurunan porsi berlanjut hingga hanya di kisaran 20% pada tahun 2018 dan 2019.
Penurunan porsi kepemilikan Bank diimbangi oleh peningkatan kepemilikan asing. Porsinya pada akhir 2004 hanya 2,69%. Pada akhir tahun berikutnya terus meningkat: 7,78% (2005), 13,12% (2006), 16,36% (2007), 16,66% (2008), dan 18,56% (2009). Porsinya mulai melampaui 30% sejak akhir tahun 2010. Sempat mencapai 39,82% pada akhir 2017.
Ketika pandemi melanda dunia dan Indonesia, kepemilikan asing ini sangat terdampak. Secara nilai, sempat turun menjadi Rp926,91 triliun pada akhir Maret 2020. Padahal, pada akhir Februari 2020 tercatat sebesar Rp1.048,16 triliun.
Nilai kepemilikan asing memang kembali sedikit meningkat pada bulan-bulan berikutnya. Namun tidak bisa mencapai posisi akhir tahun 2019 yang sebesar Rp1.061,86 triliun. Posisinya per 31 Agustus 2021 tercatat hanya Rp988,44 triliun.
Oleh karena Pemerintah menerbitkan SBN domestik secara besar-besaran selama era pademi, maka porsi kepemilikan asing terus mengalami penurunan. Dari 38,57% pada akhir 2019 menjadi 25,16% pada akhir 2020. Dan hanya mencapai 22,44% pada akhir Agustus 2021.