Scroll untuk baca artikel
Khazanah

Saat Dialog & ‘Musu Asselenggeng’ Memainkan Peran Pengislaman di Sulawesi Selatan

Redaksi
×

Saat Dialog & ‘Musu Asselenggeng’ Memainkan Peran Pengislaman di Sulawesi Selatan

Sebarkan artikel ini

Sayangnya dalam perang itu Kerajaan Gowa berhasil dipukul mundur oleh koalisi tellung pocco’e yang terdiri dari Bone, Wajo, dan Soppeng.

Walaupun kalah pada Perang Ajattapareng namun bukan berarti Gowa menyerah dalam proses pengislaman di Sulawesi selatan. Sebaliknya, Sultan Alauddin kembali mempersiapkan pasukannya dengan lebih matang.

Pada tahun 1608 Masehi persiapan dirasa sudah maksimal, sehingga pada tahun itu juga Gowa kembali melancarkan serangan terhadap beberapa kerajaan bugis yang menolak Islam. Serangan kali ini dilakukan dengan mendaratkan pasukan secara bersamaan di tiga daerah yakni Akkotongeng, Maroangin, dan Padaelo. Hasilnya beberapa kerajaan kemudian berhasil diislamkan yakni Akkotongeng, Kerajaan Rappang, Maiwa, Utting, Bulu’ Cenrana’e. Dengan demikian bisa disebut penaklukan untuk pengislaman jilid dua ini berhasil dengan baik.

Satu tahun berselang tepatnya pada 1609 Masehi, Gowa melanjutkan serangan ke Kerajaan Soppeng, salah satu pilar utama tellung pocco’e.

Serangan itu juga berhasil. Raja Soppeng menganut Islam pada tahun itu juga. Tidak lama berselang pilar tellung pocco’e lainnya yakni Kerajaan Wajo juga memilih menerima Islam, hal ini ditandai dengan masuk islamnya Arung Matowa Wajo, La Sangkuru Mulajaji, yang kemudian memiliki nama islam Sultan Abdurrahman—peristiwa bersejarah ini terjadi pada tahun 1610 Masehi, Sultan abdurrhman kemudian mengajak rakyatnya memeluk islam.

Setelah dua sekutunya takluk, kini Kerajaan Bone terpaksa berdiri sendiri berhadapan dengan Kerajaan Gowa. Pada posisi ini sebenarnya kekuatan Bone sudah menurun karena kehilangan dua sekutu utama, akan tetapi di mata Gowa, Bone merupakan kekuatan terbesar dalam aliansi tellung pocco’e yang kini harus dihadapi secara langsung.

Terlepas dari hal itu, dalam kondisi ini posisi Gowa sebenarnya lebih diuntungkan, dengan ketiadaan Wajo dan Soppeng sebagai aliansi lama, maka Gowa akan jauh lebih mudah menaklukkan Bone dalam rangka penaklukan untuk pengislaman.

Tetapi Sultan Alauddin sebagai Raja Gowa tidak serta merta menempuh cara itu, ia kembali mengutamakan pendekatan damai lewat dialog kekeluargaan dengan Raja Bone saat itu, La Tenriruwa. Sekali lagi Bone diajak secara baik-baik untuk menerima Islam.

Awalnya ajakan ini disambut baik oleh Raja Bone, namun sambutan baik Raja Bone justru mendapat penentangan dari Ade’ Pitue (lembaga pembantu utama Kerajaan Bone yang bertugas mengawasi dan membantu raja). Malang bagi Raja Bone karena rakyatnya sendiri justru lebih mendukung ade’ pitue yang berujung pada diturunkannya Raja Bone dari tahtanya.