SANGTaruna bertanya,
“Paman Doblang, ceritakanlah pada kami.
Apa yang sebenarnya terjadi di awal masa reformasi?
Kok hasil akhirnya seperti ini. Tidak usah malu paman. Aku psikolog yang bisa menjaga rahasia klien.
Tapi paman paham kan. Rakyat menderita luar biasa?
Negara terancam pecah berkeping. Ibarat saham perusahaan yang kemasukan direktur jenis maling, perusahaan negara, ah maksudku perusahaan-perusahaan itu diapreisal secara keliru.
Pemilik perusahaan akhirnya memutuskan menjual. Dipecah-pecah dalam beberapa entitas mata uang saja. Saham-saham selanjutnya diharga murmer. Lalu diecer di pasar slot lokal.
Bagaimana dengan pegawai? Para pegawai perusahaan-perusahaan yang pabriknya sengaja dibiarkan dijarah. Ya dirumahkan saja tanpa pesangon.
Lalu aset bagaimana?
Sisa aset berupa lahan-lahan jutaan hektar, rumah-rumah dinas kuno unik dengan cirinya yang khas, menyimbolkan sinergi dari tradisi bangsa-bangsa besar, di pusokan.
Tak cukup itu paman. Alat pabrik termasuk truk-truk dan kereta pengangkut barang dijadikan barang rongsok,”
Sayid Jawa yang masih nampak gagah diusia melewat paruh baya itu, menarik napas panjang.
Beberapa goresan luka di wajahnya, tak mengurangi prabawa. Ia hanya merasakan sembilu rasa malu menghujam sisi kiri tubuhnya ketika datang laporan hutan-hutan riset dilahan tersisa Jawa terancam dijarah lagi.
“Apa jantung paman bermasalah lagi? Bukankah kakek guru telah mewariskan tantra?
Sayid Jawa berjalan mengelilingi ruang tamu. Kakinya sedikit pincang akibat perjalanan panjang tanpa henti berkeliling nusantara dan beberapa belahan dunia. Dan sempat menginjak lahan jebakan yang dipasang gerilyawan Karen.
Darimana aku harus memulai anakku..
“Langsung saja paman. Kami tidak suka cerita yang terlalu panjang.
Aku beri kesimpulannya saja. Carilah datanya. Paman-paman kami mengajak para preman anak buah Megawati bermain bola. Pasahal mereka hanya bisa bertinju.
Aku dan kawanku sang klandestin mewakili generasi kami sudah menyampaikan melalui Buya Syafei di masjidnya, pada suatu sore.
Kami para aktivis muda sampaikan lagi di kantor Tempo lama, dimana kami diusir pemilik barunya.
Kami sampaikan. PDIP memenangkan pemilu. Angkat saja Mega sebagai Presiden.
Tidak bisa diterima karena Mega hanya punya mantan preman di Senayan. Orba berhasil mengingkirkan kelas intelektualnya melalui drama kongres. Bagaimana mau mimpin negeri. Kalau SDM tak ada. Itu alasannya.
Komunikasi buruk. NU terbangkitkan naluri politiknya. PP Muhammadiyah sesudah reformasi kembali dikuasai para quraisy justru sesudah generasi baru naik namun pemimpin tuanya pak AR wafat.
Kau harus anakku. Teman-teman dari Katolik Kristen Hindu budha dan para saleh nan pintar lain tak akan bisa berbuat apa-apa jika dua kakak tertuanya abai pada massanya sendiri.
Permainan dibuat bagus sekali waktu itu. Paman-pamanku pintar sekali teori bola dan bermain drama pula.
Lawan bersama hanya bisa tinju. Hasilnya kau tahu. Ada yang lonjak-lonjak gembira ketika Mega dipermalukan. Solo pun dibakar massa.
Mas Cony pemikir muda mereka hanya bilang, pesta seperti ini biasanya berlangsung singkat.
Eyangmu mantan Sekretaris Masyumi Blora yang tak setuju pak Harto diturunkan paksa dan kecewa Habibie diganti,
hanya terkekeh ketika Gus Dur terpilih. “Ini seperti pilih-pilih tebu saja hehehe
Dan selanjutnya kau tahu.