Dianggap penjahat karena era itu mengagungkan bahasa yang mengindah-indahkah, jadi penjahat sastra maksudnya sebagai perusak bahasa. Sebab menurut Eko Tunas Chairil muncul dengan puisi menggunakan bahasa keseharian.
Selain itu periode waktu itu era Sastra Melayu dengan bahasa serba terikat aturan, seperti pantun atau gurindam. Zaman kala kehidupan sastra pun, secara politik kolonial, sangat dipengaruhi penjajahan VOC Belanda.
Satu abadi Chairil Anwar, dewan penasehat Pondok Belimbing Wening ini juga menuliskan puisi. Berikut puisi karya Eko Tunas:
CHAIRIL BIN ATANG
Cerita buat: Joshua Igho
Deru kereta dan rumah-rumah meped rel
Dari mana mau ke mana, menara penyaksi angkutan rakyat 1945
Seorang pengamen dengan marakas: jangan pergi hari hujan, jangan pergi jadi urban…
Seorang sepi berjalan menyepi-nyepi
Di jalan setapak hingga gerbong-gerbong menggelap
Perjuangan hitam seorang anak malam
Chairil Anwar namanya
Di istana dalam waktu bersamaan, Soekarno berulang membaca syair
Kurang revolusioner, Roeslan, katanya, kita mesti cari penyair progresif
Ada, Paduka, tapi maaf dia binatang jalang: sudah binatang jalang dari kumpulan terbuang pulak…
Siapa peduli, cetus Paduka, mari kita temui sang pecinta malam
Kopi dan rokok kretek dalam sejarah bangsa, lalu dasar kebudayaan
Bukan pendakian ke awang-awang, tapi penggalian hingga ke dasar jiwa manusia
Siapa dia punya nama
Chairil namanya, bukan Sarinah
Sapa perempuan bergincu: boeng ayo boeng…
Bersama teriakan sang penyair: sekali berarti sudah itu mati..!
Sekali arti itu si binatang mengubah dua larik syair
Tanggap si boeng: Nah, ini baru progresif revolusioner..!
Sang jalang kembali masuk dalam ceruk malam: mampus kau dikoyak-koyak sepi
Ia telah memerdekakan bangsanya dengan puisi
Dengan bahasa sehari-hari, pun bahasa jalanan
Chairil namanya, bukan Sarinah
Sayang sayang…
Berkumandang lagu kebangsaan itu:
Bangunlah jiwanya
Bangunlah badannya…
Jangan pergi hari hujan
Jangan pergi jadi urban
Ahaakk..!
(Chairil namanya, mungkin Bin Atang Soeigho)
Semarang, 25 Juli 2022
Penanda satu abadi Chairil Anwar beragam acara muncul untuk memperingatinya, seperti di Kota Semarang ada kegaitan yang diselenggarakan oleh Surau Kami mengusung Malam Seabad Penyair Chairil Anwar.
Poster berjudul “Basa Basuki Membaca Chairil Anwar” diselenggarakan pada malam ini bersama Romo Aloysius Budi Purnomo, Sulis Bambang, Gunawan Permadi, Adhit Kalis, Lukni Maulana, dan lain sebagainya.
Sementara, di Kaliwungu Kab. Kendal ada kegiatan yang diselenggarakan Pelataran Sastra Kaliwungu dengan tajuk 100 Tahun Chairil Anwar dengan jugul “Doa Puisi Lalu Mati” diselenggarakan di Kopi Sufi Brangsong Kendal.