Scroll untuk baca artikel
Lingkungan

Seberapa Serius Julukan ‘Supermarket Bencana’ yang Disandang Indonesia?

Redaksi
×

Seberapa Serius Julukan ‘Supermarket Bencana’ yang Disandang Indonesia?

Sebarkan artikel ini

Secara total, ada sebanyak 127 gunungapi aktif terletak di Indonesia, dan 60% di antaranya merupakan gunungapi yang terus bergejolak.

Jika ada satu untuk disebutkan, tentu saja Gunung Merapi layak mendapat sorotan. Gundukan setinggi 2.930 meter ini, dalam seratus tahun terakhir, telah merenggut sekurang-kurangnya 2.000 nyawa dan membawa kerusakan yang luar biasa.

Ambil contoh letusan Merapi tahun 2010. Menurut catatan berita Tempo, Gunung Merapi pada saat itu melontarkan volume material sebanyak 100 juta meter kubik magma. Berikut kutipan berita lengkapnya:

“Gunung Merapi telah memuntahkan sekitar 100 juta meter kubik magma. Suhu magma itu—yang kemudian menjadi lava dan awan panas—mencapai sekitar 600 derajat Celcius. Jika asumsi suhunya sama, energi termal yang dilepaskan Merapi mencapai 12 megaton TNT. Ini sama dengan ledakan 600 bom nuklir yang dijatuhkan di Hiroshima pada 6 Agustus 1945.”

Peristiwa meletusnya Gunung Merapi itu berlangsung selama tiga hari dimulai dari tanggal 26 Oktober 2010.

Sehari sebelum Merapi meletus, atau tepatnya 25 Oktober 2010, di belahan Indonesia yang lain, terjadi gempa bumi 7,7 skala richter yang mengguncang Kepulauan Mentawai dan merenggut 408 nyawa.

Ya. Bencana alam datang silih berganti di Indonesia. Dua peristiwa terakhir yang disebut berturut-turut itu agaknya menyumbang alasan pembenar atas tersematnya julukan “supermarket bencana alam” kepada Indonesia—julukan itu tidak jatuh dari langit.

Akan halnya ancaman letusan gunungapi, ancaman gempa bumi juga mewarnai gejolak bencana di Indonesia.

Tingginya aktivitas kegempaan bisa dilihat dari hasil pencatatan di rentang tahun 1815-2021. Terdapat lebih dari 60 kejadian gempa utama dengan magnitudo M > 6.0 yang penting untuk diamati.

Gempa bumi juga sering datang membawa daya rusak yang signifikan. Sepanjang tahun lalu, BNPB mencatat setidaknya ada sebanyak 28 kali gempa bumi yang menyebabkan kerusakan pada 2.750 rumah; 14 fasilitas pendidikan; 25 rumah ibadah; 4 perkantoran; serta 5 kios yang dimiliki masyarakat.

Gempa bumi agaknya penting menjadi perhatian utama. Secara teori, proses terjadinya gempa sangat sulit diamati secara langsung sebab melibatkan interaksi rumit antara materi dan energi yang terdapat pada sistem sesar aktif di bawah permukaan bumi.

Maka dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa gempa bumi membawa seribu kemungkinan. Dan semestinya ada persiapan yang benar-benar matang untuk meminimalisir kemungkinan terburuk.


Banjir, letusan gunungapi, dan gempa bumi adalah sebagian dari fakta tentang betapa berisikonya hidup di Indonesia. Selain tiga hal itu, ada pula tanah longsor, abrasi, angin puting beliung, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, dan tsunami yang bisa datang sewaktu-waktu.

Sejak tahun 2006, bencana-bencana itu telah menyebabkan sekurang-kurangnya 20.252 jiwa meninggal; 2.020 jiwa hilang; 275.591 jiwa terluka baik berat maupun ringan; 50 juta jiwa menderita kerugian moril dan materil; dan 11 juta jiwa harus tinggal di pengungsian untuk sementara waktu setelah bencana terjadi.

Ada pula kerusakan baik itu rumah penduduk maupun fasilitas umum yang jumlahnya tak terperi. Rincian korban dan kerusakan bisa dilihat dalam tabel berikut:

Di atas kertas, sebetulnya pemerintah memiliki rencana untuk meminimalisir dampak bencana. BNPB sudah memetakan persoalan dengan baik lewat Rencana Nasional Penanggulangan Bencana yang disusun untuk tahun 2020-2024.

Tentu saja perlu komitmen politik yang kuat untuk mewujudkan rencana itu agar tercipta masyarakat yang sanggup menahan, menyerap, beradaptasi, dan memulihkan diri dari bencana. []