Scroll untuk baca artikel
Blog

Sejarah Akhir Pekan yang Selalu Dinantikan Banyak Karyawan

Redaksi
×

Sejarah Akhir Pekan yang Selalu Dinantikan Banyak Karyawan

Sebarkan artikel ini

Mendapatkan waktu istirahat untuk beribadah pada hari Minggu cukup mudah karena menjadikan hari Minggu sebagai hari istirahat adalah tradisi Kristen yang sudah berlangsung lama. Banyaknya imigran Yahudi pada saat itu menginginkan hari Sabtu sebagai gantinya karena hari istirahat tradisional Yahudi.

Seiring waktu, pemilik pabrik menyadari, akan lebih efisien untuk membiarkan pekerja pergi pada hari Sabtu dan Minggu. Namun, pekerja pabrik Yahudi dan Kristen tidak sepenuhnya bertanggung jawab atas penemuan akhir pekan.

Pada awal 1900-an, banyak industri telah mengadopsi hari kerja delapan jam, tetapi kebanyakan orang masih bekerja enam hari seminggu. Itu berlanjut hingga tahun 1926 ketika Henry Ford menghapus satu hari kerja wajib dari jadwal karyawannya.

Karyawan Ford telah bekerja 48 jam seminggu: delapan jam sehari dan enam hari seminggu. Menghapus satu hari menghasilkan shift delapan jam selama lima hari seminggu—yang sekarang kita kenal sebagai 40 jam kerja seminggu.

Dia menyaksikan, para pekerjanya sebenarnya lebih produktif bekerja 40 jam seminggu daripada mereka yang bekerja 48 jam seminggu. Keberhasilannya dengan perubahan menginspirasi perusahaan manufaktur di seluruh negeri untuk mengadopsi jam kerja 40 jam per minggu.

Saat memperkenalkan lima hari kerja dalam seminggu, Ford berkata, “Orang yang memiliki waktu luang lebih pasti memiliki lebih banyak pakaian. Mereka makan lebih banyak jenis makanan. Mereka membutuhkan lebih banyak transportasi dengan kendaraan.”

Pada tahun 1938, Kongres mengesahkan Undang-Undang Standar Perburuhan yang Adil, yang mewajibkan pemberi kerja untuk membayar lembur kepada semua karyawan yang bekerja lebih dari 44 jam dalam seminggu. Mereka mengubah undang-undang tersebut dua tahun kemudian untuk mengurangi jam kerja menjadi 40 jam, dan pada tahun 1940, jam kerja 40 jam menjadi undang-undang AS.

Sejak saat itu, banyak negara yang mengadopsi 40 jam termasuk di Indonesia. Itu tertuang dalam UU No.1 Tahun 1951, pekerja tidak boleh menjalankan pekeraan dalam satu hari lebih dari tujuh jam dan tidak boleh lebih dari 40 jam dalam seminggu.

Tentu saja, tidak semua orang libur pada Sabtu dan Minggu. Karena bisnis harus buka pada akhir pekan, banyak orang bekerja dengan jadwal fleksibel. Tapi, setidaknya kita sekarang tahu alasan di balik sejarah akhir pekan ini dan kenapa hanya dua hari saja.