Peran penting lain dari KH Wahid Hasyim adalah ketika aktif di BPUPKI dan panitia 9 masa sebelum proklamasi kemerdekaan. Ulil Abshar menyebut, KH Wahid Hasyim berada pada garda depan dalam menyuarakan kepentingan umat Islam Indonesia terkait bentuk dan corak negara yang akan berdiri kelak.
“Dia pula yang ketika sidang-sidang BPUPKI atau panitia kecil dalam membahas 7 kata dalam Piagam Jakarta menyebutkan prinsip musyawarah dalam pidato-pidatonya. Bahwa apapun yang dicapai harus dilakukan dengan prinsip-prinsip permusyawaratan. Bahwa kaum nasionalis sekuler dan Islam tidak boleh memaksakan kehendak satu dengan lain dan harus dicapai suatu konsensus melalui permusyawaratan. Hal itu adalah poin yang ditekankan KH Wahid Hasyim.” Kata Ulil Abshar Abdalla.
Ulil menyebut, KH Wahid Hasyim lah yang menjamin asal segala sesuatunya dilakukan dengan prinsip musyawarah maka umat Islam Indonesia khususnya yang bernaung di bawah Nahdlatul Ulama (NU) akan menerima, dan tidak akan melakuan sesuatu yang dikhawatirkan kelompok sekuler.
Pembicara lainnya, Dosen UNUSIA Khoirul Anam, menyebutkan KH Wahid Hasyim merupakan tokoh yang sangat piawai dalam berdiplomasi dengan pihak Jepang. Dalam fase penting 3,5 tahun masa pendudukan Jepang, karena kelihaiannya berdiplomasi, KH Wahid Hasyim diizinkan Jepang menerbitkan majalah Suara Muslimin.
Media inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh tokoh-tokoh Islam antara lain M. Natsir, Buya Hamka, dan salah seorang putra HOS Tjokroaminoto untuk menuliskan gagasan-gagasannya.
“Meski sebagian besar halaman Suara Muslimin menjadi corong pihak Jepang dalam kampanye perang Asia Timur Raya, tetapi penerbitan majalah tersebut adalah langkah strategis KH Wahid Hasyim dalam menyuarakan kepentingan dan pikiran-pikiran umat Islam.” Kata Khoirul Anam. [dmr]