BARISAN.CO – Komitmen pemerintah dalam pembangunan rendah karbon dan pencegahan krisis iklim dianggap masih lemah di tingkat aksi (tindakan). Hal ini terlihat dari belum adanya upaya untuk menjadikan APBN untuk mendukung pembangunan rendah karbon dan pencegahan krisis iklim.
“APBN kita masih menjadi bagian dari business as usual yang mendukung ekonomi kotor dan boros emisi karbon,” kata Sekjen Seknas FITRA (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran) Misbah Hasan di Jakarta.
Karena itu, pada awal April 2021, Seknas FITRA bersama sejumlah jaringan masyarakat sipil Indonesia membentuk sebuah koalisi masyarakat sipil yang diberi nama Gerakan Ekonomi Hijau Masyarakat Indonesia (Generasi Hijau). Koalisi ini bertujuan untuk memperkuat pembangunan rendah karbon dan pencegahan krisis iklim yang dilakukan pemerintah dan semua stakeholder.
Koalisi ini terdiri dari sejumlah intelektual mewakili berbagai organisasi masyarakat sipil, seperti Misbah Hasan (Sekjen Seknas FITRA), Dr. Cand. Yusdi Usman (Direktur Eksekutif RIB-Rumah Indonesia Berkelanjutan), Dr. Surya Darma (Ketua Umum METI-Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia), Paul Butar Butar (Direktur Eksekutif METI), Aldi Muhammad Alizar (Ketua IAP2 Indonesia), Moekti H. Soejachmoen (Direktur Eksekutif IRID-International Research Institute for Decarbonization), dan sejumlah tokoh masyarakat sipil lainnya.
Koalisi Generasi Hijau, hari ini Senin lalu (26/4), mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo untuk menagih komitmen pemerintah dalam penerapan kebijakan pembangunan rendah karbon dan pencegahan krisis iklim.
Koalisi Generasi Hijau menyadari bahwa pandemi Covid-19 merupakan tantangan terberat pemerintah dan masyarakat Indonesia dalam satu tahun terakhir. Koalisi juga menyadari bahwa pemerintah sudah melakukan sejumlah upaya, baik di tingkat kebijakan maupun aksi, dalam penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Namun demikian, Koalisi Generasi Hijau melihat bahwa upaya pemerintah masih bersifat jangka pendek, belum mempertimbangkan kebutuhan jangka panjang dalam pemulihan ekonomi nasional.
Karena itu, Koalisi Generasi Hijau ini mendesak Presiden Joko Widodo untuk mempertimbangkan pentingnya pembangunan rendah karbon, pencegahan krisis iklim dan upaya mencapai net zero emission dalam kebijakan pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Hal ini bisa dilakukan pemerintah melalui pemberian stimulus fiskal hijau (green fiscal stimulus) untuk sejumlah sektor yang berkontribusi besar dalam krisis iklim, termasuk kehutanan dan penggunaan lahan, energi, pertanian, dan persampahan. Dari sejumlah sektor tersebut, Koalisi Generasi Hijau mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo untuk memasukkan green stimulus dalam tiga sektor sebagai berikut:
Sektor Pertanian: green stimulus Program Peremajaan Perkebunan Rakyat dengan Padat Karya Tunai dan Pengembangan Korporasi Petani
BPS menyebutkan bahwa selama pandemi ini sektor pertanian justru tumbuh sebesar 1,75 persen. Program Peremajaan Perkebunan Rakyat dengan Padat Karya Tunai dan Pengembangan Korporasi Petani diproyeksikan akan menghasilkan 15-17 persen peningkatan hasil panen serta penciptaan lebih dari 150 ribu tenaga kerja.
Sejalan dengan pembangunan rendah karbon, program ini juga diperkirakan dapat mengurangi emisi karbon sebesar 100 juta tCO2 dalam jangka waktu 20 tahun.
Sektor energi: green stimulus pemasangan PLTS Atap pada gedung-gedung yang dikelola oleh 70 Kementerian/Lembaga.
Pemasangan PLTS Atap pada gedung-gedung yang dikelola oleh 70 Kementerian/Lembaga untuk memenuhi ketentuan yang tercantum dalam Perpres 22/2017 tentang Rencana Umum Energi nasional, akan menjadi contoh bagi masyarakat bahwa Pemerintah memulai pemanfaatan energi terbarukan dari diri sendiri, dan hal ini akan dapat mendorong pertumbuhan produksi energi ramah lingkungan.