Selain produktif menulis, ia juga aktif sebagai aktivis Muhammadiyah. Tercatat sebagai PP Muhammadiyah. Ia pula terlibat dalam pendirian ICMI. Sedang gagasan intelektual yang menawan darinya adalah “ilmu sosial profetik”.
Dalam asumsinya, ilmu sosial sekarang hanya berhenti pada penjelasan gejala-gejala sosial belaka. Padahal, menurut Kunto, keperluan kita lebih dari itu. Ilmu, selain menjelaskan juga harus dapat mengubah, dan memberi arah perubahan.
Oleh kebanyakan cendekiawan muslim, pembaruan Islam adalah agar agama diberi tafsir baru dalam rangka memahami Islam yang selaras dengan zaman, sedang Kuntowijoyo ingin lebih mengelaborasi ajaran-ajaran agama ke dalam suatu bentuk teori sosial. Sasaran gagasannya adalah lebih pada rekayasa untuk transformasi sosial.
Jadi Kunto, tak ingin berebut dengan “memahami Islam sebagai agama”, tetapi bagaimana menerapkan ajaran-ajaran sosial yang terkandung dalam teks lama pada konteks sosial masa kini tanpa mengubah strukturnya. Mencari sebuah metode yang tepat guna menerapkan teks (Al-Qur’an dan Sunah) yang merujuk ke gejala-gejala sosial abad VI-VII di Arab pada konteks sosial masa kini dan di sini.
Nah, dengan istilah “ilmu sosial” dimaksudkan untuk membuka peluang bagi adanya perumusan ulang, revisi, dan rekonstruksi secara terus-menerus, baik melalui refleksi empiris maupun normatif.
Dan Ilmu Sosial Profetik, tawaran Kunto, yang ia dasarkan dari Surat Ali Imran ayat 110. Amar makruf ia artikan pemanusiaan manusia alias humanisasi alias emansipasi, nahi munkar diartikan pembebasan alias liberasi, dan tu’minuna billah diartikan transendensi.
Dengan semangat profetik, Kunto ingin memahami Al-Qur’an dalam kerangka ilmu, terutama ilmu-ilmu sosial. “Karl Marx dan para pengikutnya saja telah menyumbangkan sebuah paradigma.
Sebagai salah satu pewaris dalam mata rantai kemanusiaan, kita pun punya hak yang sama. Ini berarti ilmu sosial profetik itu untuk semua orang. Dan memang Islam sendiri adalah rahmatan lil alamin, tidak khusus li al-muslimun”, katanya. Pada titik itulah, Kunto ingin mengedepankan perlunya menjadikan Al-Qur’an sebagai paradigma dalam perumusan teori, khususnya dalam ilmu sosial.
Suatu konstruksi pengetahuan yang memungkinkan kita memahami realitas sebagaimana Al-Qur’an memahaminya. Untuk merealisasikan itu, Kunto menawarkan pendekatan sintetik-analitik dalam memahami Al-Qur’an. Suatu pendekatan yang memberlakukan Al-Qur’an sebagai konsep-konsep dan kisah-kisah sejarah atau amsal, dengan harapan kita dapat melakukan transformasi psikologis, sekaligus memberlakukan Al-Qur’an sebagai data atau dokumen dari Tuhan yang berisi postulat teoritis dan teologis sekaligus.