Scroll untuk baca artikel
Kontemplasi

Senantiasa Memandang Wajah-Nya

Redaksi
×

Senantiasa Memandang Wajah-Nya

Sebarkan artikel ini

Betapa, saya acap malah akhirnya menuhankan diri sendiri. Karena telah menjadikan keinginan sebagai parameter keputusan. Tiada sadar, betapa saya berasa sanggup menentukan masa depan anak, dengan segala atribut vonis yang menderanya. Betapa kasih sayang, semestinya fitri, acap kabur karena toh nyata-nyata saya lebih sayang cita-cita saya sendiri atas anak, ketimbang menyayanginya apa adanya.

Lantas, masihkah layak ber-basmallah? Masihkah patut memandang dua wajah-Nya: Yang Maha Pengasih, serta Sang Pemberi Rahmat; yang kejauhan dan ketakterbandingan, serta yang keserupaan dan kedekatan.

Adalah Sachiko Murata, dalam The Tao of Islam, memaparkan bahwa Yang Maha Pengasih (al-rahman) itu aktual menjadi kejauhan dan ketakterbandingan. Bahwa “(Allah) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan kamu pasangan-pasangan dari jenis kamu sendiri, dan dari jenis hewan ternak pasangan-pasangann (juga). Dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tak ada sesuatu pun serupa dengan-Nya” (Asy-Syura: 11).

Kemudian, “Tiada yang setara dengan Dia.” (Al-Ikhlas: 4). Bahwa “Segala sesuatu bakal binasa dan musnah, kecuali wajah-Nya” (Al-Qasas: 88). Bahwa dalam hal kejauhan dan ketakterbandingan Tuhan, kita dan seluruh makhluk adalah hamba-Nya. “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan” (Al-Fatihah: 5).

Sang Pemberi Rahmat (al-rahim) mewujud dalam keserupaan dan kedekatan. Bahwa Tuhan “senantiasa bersamamu di mana saja kamu berada” (Al-Hadid: 4). “Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya ketimbang urat lehernya” (Qaf: 16).

Lantas, “Aku hendak menjadikanmu sebagai wakil-Ku di bumi” (Al-Baqarah: 30). Maka, dalam hal keserupaan dan kedekatan, kita—dan memang hanya kita, manusia—mempunyai peran khusus sebagai wakil Tuhan di muka bumi.

Lagi-lagi, masihkah pantas? Entahlah!

Tetiba terngiang sabda Nabi Saw., “Sebaik-baik di antara kalian adalah yang paling bisa menghadirkan kemanfaatan bagi pihak lain.” Bahkan Tuhan di sebuah firman-Nya, menandaskan, “Maka barang siapa yang mengharap pertemuan dengan Tuhan, hendaklah bersedia mengerjakan amal kebajikan (ihsan)….” (Al-Kahfi [18]: 110).

Maka, nikmat Tuhan manakah yang hendak kita dustakan? Sebab, toh berkat bismillahirrahmanirrahim, kita mengada dan sebetulnya senantiasa memandang wajah-Nya.

Ungaran, 6 November 2020