Tsunami Aceh telah mengubah banyak hal begitupun keyakinan banyak orang. Kini, enam belas tahun berlalu, Chozin Amirullah semakin menebalkan keyakinan bahwa, betul, ada sisi dalam diri manusia yang ingin selalu terhubung dengan orang lain, berkorban, berbagi, dan ada pula kehendak untuk selalu terbebas dari jerat keegoisan diri sendiri.
“Saya percaya kita tidak perlu khawatir mendedikasikan diri untuk orang banyak. Tak perlu juga memikirkan apa yang akan didapat dan akan menjadi apa di masa depan karena rezeki, jodoh, dan maut telah dituliskan oleh Tuhan dan manusia sudah sepatutnya menolong sesama manusia terutama bagi mereka yang membutuhkan.”
Beberapa tahun pasca-tsunami, Chozin berkesempatan kembali mengunjungi Aceh. “Kali itu dalam rangka menjadi peneliti WWF (World Wide Fund for Nature) yang bekerjasama dengan Kementerian Kelautan.” Kata Chozin.
Ia melakukan penelitian sosio-ekonomi perikanan di pesisir kota Aceh. Adanya ikatan emosional yang masih sangat kuat, membuat Chozin sempat meneteskan air matanya melihat lokasi yang dulunya hancur, kini telah dibangun dan hijau.
“Saya benar-benar terenyuh,” ucap Chozin.
Saat itulah Chozin berharap, semoga masyarakat memiliki kesadaran tinggi akan bencana sehingga bisa selalu antisipatif. Begitu halnya pemerintah agar berkomitmen menganggarkan dana yang cukup untuk keperluan mitigasi dan penanganan bencana. “Lebih dari itu, semoga tidak ada lagi seperti Aceh tahun 2004.”