“Berikan aku 1000 orang tua niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Berikan aku 1 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia.” – Bung Karno.
“Kita jangan pernah mewarisi abunya sumpah pemuda, tetapi kita harus mewarisi apinya Sumpah Pemuda.” – Bung Karno
Oleh: Sobirin Malian
SEKITAR dua tahun lagi “Pemilu 2024” akan digelar. Dalam pemilu mendatang banyak harapan dibebankan di pundak generasi muda. Kalau merujuk kepada semangat Sumpah Pemuda 1928, maka tak pelak lagi itu menggambarkan semangat, daya kritis dan dinamika anak muda kala itu.
Tentu yang paling terasa dari semangat anak muda kala itu adalah daya kritis, spirit untuk bangkit melakukan gerakan politik membangun nasionalisme. Gerakan politik yang dilakukan anak muda kala itu sebagai bentuk kecintaan tanah air (hizbul wathon).
Kaum muda menyadari benar bahwa tertindas oleh belenggu penjajahan kolonial harus dilepaskan; jawabannya tidak lain, berjuang, membangun jiwa persatuan; Sumpah Pemuda salah satu jawabannya.
Ketertarikan anak muda Indoensia terhadap politik masih rendah. Hal itu terlihat dari minimnya anak muda di dalam negeri yang ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah maupun anggota DPR/DPRD.
Berdasarkan hasil survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS), hanya 14,6% anak muda yang memiliki keinginan untuk mencalonkan sebagai anggota DPR/DPRD. Kemudian, 14,1% anak muda ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
Sementara, 84,7% anak muda tidak memiliki keinginan mencalonkan diri sebagai anggota DPR/DPRD. Ada pula 85,2% anak muda yang tidak ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Survei CSIS juga mengungkapkan, minat anak muda untuk ikut dalam partai politik sangat rendah. Hanya 1,1% anak muda yang saat ini bergabung dengan partai politik.
Di sisi lain, persentase anak muda yang ikut dalam organisasi kepemudaan cukup besar, yakni 21,6%. Sebagai informasi, CSIS menggelar survei ini dengan melibatkan 1.200 responden berusia 17-39 tahun di Indonesia pada 8-13 Agustus 2022.
Survei ini memiliki tingkat toleransi kesalahan (margin of error) sebesar 2,84% dengan tingkat kepercayaan 95%. Klik selengkapnya di sini: https://dataindonesia.id/ragam/detail/survei-ketertarikan-anak-muda-terhadap-politik-masih-rendah.
Selang setahun kemudian survei (jajak pendapat) yang sama dilakukan oleh harian KOMPAS terhadap anak muda. Cakupan survei jauh lebih luas yaitu di beberapa provinsi.
Ketika ditanya apa itu politik dan bagaimana mereka merespon situasi politik sekarang dan mengapa mereka tidak tertarik ke dunia politik? Anak-anak muda ini spontan menjawab, “politik tidak menarik”, bahkan sebagian dari anak muda rupanya sudah “muak” dengan politik.
Dunia politik bagi mereka adalah dunia yang kelam, tempat para monster politik yang saling memangsa, termasuk memangsa rakyat. Pokoknya politik itu jauh dari bayangan mereka yang ideal sebagai jalan untuk memperjuangkan kebaikan bersama, kebebasan, kesejahteraan dan keadilan (Kompas, 17/12/2017).
Kaum muda di sekitaran usia (20an tahun) ini 50,5 % menyatakan, yang mereka tahu dalam politik adalah cara untuk merebut kekuasaan semata. Jajak pendapat KOMPAS, yang melibatkan 275 anak muda di seluruh provinsi ini, meyakini bahwa berpolitik menjadi salah satu jalan mudah untuk mencari uang.
Kegeraman anak muda
Ketika sejumlah lembaga survei bertanya, mengapa anak muda cenderung memandang politik begitu negatif?
Umumnya mereka mengaku, persepsi negatif itu tidak dapat terhindarkan karena dunia politik selalu menggambarkan hal negatif, seperti perilaku tidak etis (gaduh), penyelewengan kekuasaan, intrik politik dan merebaknya kasus korupsi yang melanda para politisi dan kepala daerah.
Tentang korupsi dikatakan, belum selesai kasus yang satu muncul kasus yang lain begitu seterusnya.