Nabi saw. mengambil posisi sebagai wasit, “Aku adalah pelindung di belakang mereka dari setiap permusuhan terhadap mereka (kaum Nasrani). Mereka adalah rakyatku dan anggota perlindunganku.”
Ada kisah menarik, dan baru saya peroleh dari buku Argumen Pluralisme Agama karya Abdul Moqsith Ghazali, bahwa Nabi Muhammad saat kemenangan atas Mekah dan hendak menghancurkan semua patung berhala di ka’bah, beliau menemukan gambar Bunda Maria dan Isa al-Masih.
Seraya menutupi gambar tersebut dengan jubah, sang Nabi memerintahkan agar dua tokoh itu tidak dihancurkan. Juga patung Maryam yang terletak di salah satu tiang Ka’bah dan patung Yesus Kristus yang dipenuhi hiasan dibiarkan berdiri tegak.
Hal itu menandakan betapa Sang Nabi menghormati dan mengerti betul riwayat dua tokoh itu. Betapa kenabian beliau pun terkait dengan kehadiran Isa al-Masih, sekira merujuk pada Ibrahim as.
Dari situ, jelaslah bahwa tak ada alasan buat kita untuk tidak terlibat upaya membumikan pluralisme. Karena, benar-benar Islam pun lahir dalam konteks pluralitas agama, terutama Yahudi dan Nasrani.
Kemudian ini, ayat yang kerap disitir kaum eksklusif untuk mensegregasi umat lain, Innad-dina ‘indallahil islam, “sesungguhnya agama di sisi Allah adalah al-Islam” (Ali Imran: 19).
Muhammad Nawawi al-Jawi, atau lebih familiar sebagai Syekh Nawawi al-Bantani, ulama Indonesia bertaraf internasional, menjelaskan “Tidak ada agama yang diridai Allah selain al-Islam, yaitu tauhid dan berbaju syariat mulia yang dibawa oleh semua para Rasul Allah.”
Senada itu, Al-Qurthubi berpendapat, al-Islam dalam ayat 19 berarti keimanan dan ketaatan kepada Allah. Lantas, Al-Zamakhsyari mengartikan sebagai keadilan dan tauhid. Thabathaba’i juga, al-Islam diartikan mentauhidkan Allah.
Lebih jauh Muhammad Asad, dalam The Message of the Quran, menerjemahkannya menjadi “penyerahan diri kepada-Nya”. Pemahaman yang lebih inklusif, yang di publik Indonesia pernah dinyaringkan oleh Nurcholish Madjid.
Sehingga, jelas paling tidak ada lima penafsir besar yang senafas mengartikan kata “al-Islam” sebagai tauhid. Cuma sayang, dalam terjemahan Al-Quran yang dikeluarkan Kementerian Agama Indonesia, tetap diterjemahkan sebagai “Islam”, sebagai nama agama yang dibawa Nabi Muhammad, sehingga berpotensi mengucilkan agama selain Islam.
Juga ayat, Wa lan tarda ‘ankal yahudu wa lan-nasara hatta tattabi’a millatahum, “karena orang-orang Yahudi tidak akan pernah senang kepadamu, demikian pula orang-orang Nasrani, kecuali engkau mengikuti keyakinan mereka.” (Al-Baqarah: 120).


