Kemampuan sel otak berkembang dengan adanya rangsangan dari lingkungan yang meliputi interaksi sosial ini dikenal sebagai proses plastisitas otak (neuroplasticity).
Plastisitas otak melibatkan kemampuan otak dalam memodifikasi koneksi koneksi di antara berbagai kelompok sel otak. Jadi plastisitas otak merupakan aktivitas kimia otak ini penting bagi seluruh aspek fungsi otak termasuk aspek berpikir (kognisi), mengingat (memori), motivasi, bahkan aspek emosi sekalipun.
Plastisitas otak merupakan kemampuan otak melakukan reorganisasi dalam bentuk adanya interkoneksi baru pada saraf. Hal ini merupakan sifat yang menunujukkan kapasitas otak untuk berubah dan beradaptasi terhadap kebutuhan fungsional.
Makin banyak rangsangan positif dari lingkungan dalam bentuk interaksi sosial yang meliputi rasa empati, saling memaafkan, serta komunikasi dalam bentuk diskusi yang saling mendukung, maka proses poses kimia dalam otak yang terlibat dalam mekanisme plastisitas otak akan makin membentuk otak ke arah yang lebih baik.
Gambaran plastisitas berbeda dengan elastisitas. Jika suatu benda awalnya berbentuk segi empat, lalu diberi suatu perlakuan intervensi, maka benda tersebut menjadi berbentuk segitiga.
Tetapi di akhir proses setelah intervensi itu dihilangkan maka benda itu kembali berbentuk segi empat seperti saat awal sebelum proses, maka hal tersebut dikenal sebagai elastisitias.
Namun, jika bentuk awal benda itu segiempat, lalu setelah sekian lama diberi perlakuan, intervensi atau rangsangan berubah bentuk menjadi segitiga, di mana pada akhir proses setelah intervensi itu dihilangkan dan benda tetap berbentuk segitiga, maka inilah yang disebut dengan plastisitas.
Silaturahim dan Perubahan tingkah laku
Keadaan otak yang positif akan membawa dampak perubahan tingkah laku yang juga positif. Makin banyak rangsangan positif dari hasil interaksi sosial dalam silaturahmi, maka plastisitas otak akan makin membentuk otak ke arah yang lebih baik.
Selain menimbulkan rangsangan positif terhadap otak, dalam rangkaian silaturahmi pun seperti situasi berjumpa dengan kawan/kerabat yang sudah lama tidak bertemu, bertegur sapa dan saling bertukar cerita, bahkan saling memaafkan, tentu akan menimbulkan rasa bahagia.
Dari hasil penelitian para peneliti dari University of California. Los Angeles, yang dipaparkan dalam jurnal Nature Communications, disebutkan, pada saat seesorang bahagia, maka pada otaknya akan ditemui zat kimia hypocretin yang bekerja hampir sama dengan hormon dopamin.
Zat kimia ini bertanggungjawab dalam memunculkan rasa senang dan bahagia. Kadar hypocretin akan meningkat bersamaan dengan meningkatnya emosi positif dalam interaksi sosial.