Semua hingar-bingar itu meredup seiring dengan datangnya revolusi digital yang menghasilkan produk-produk CD, yang lantas berkembang dengan memanfaatkan jaringan internet. Pembajakan makin memprihatinkan, penegakan hukum UU Hak Cipta (HaKI) masih jauh dari yang diharapkan.
Pry S, pendiri Ripstore Asia, platform digital untuk legal music sharing di Indonesia mempunyai pandangan menarik soal apa yang ia sebut sebagai budaya berbagi. “Bahwa kita senang ketika kesukaan kita menjadi kesukaan orang lain, hal yang kita nikmati juga dinikmati orang lain, apa yang kita buat disimak oleh orang lain,” katanya dikutip dari Tirto.
Dengan pendekatan ini, maka lahirlah etos guyub di mana berbagi pengetahuan, hobi, dan ilmu bisa dilakukan kepada siapapun. “Sharing culture di internet ini, entah kenapa cocok sekali dengan budaya Timur. Budaya sharing ini saya pikir akan cukup dominan menentukan nasib musik digital di Indonesia ke depannya,” jelas Pry.
Pry sendiri menilai pembajakan merupakan ancaman untuk musik di masa lalu. “Saya rasa istilah pembajakan musik di era internet ini perlu didefinisikan ulang,” jelasnya. Terlebih dengan telah ditekennya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 terkait Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik oleh Presiden Joko Widodo. []
Penulis: Busthomi Rifa’i
