Scroll untuk baca artikel
Gaya Hidup

Squid Game: Potret Buram Kapitalisme

Redaksi
×

Squid Game: Potret Buram Kapitalisme

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Jumat (17/9/2021), Netflix merilis serial drama Korea terbaru berjudul Squid Game yang diperankan oleh Lee Jung-Jae (Seong Gi-Hun), Park Hae-Soo (Cho Sang-Woo), dan Oh Young-Soo (Oh Il-Nam). Drama ini ditulis oleh Hwang Dong-Hyuk.

Serial berjumlah sembilan episode ini mendapatkan rating 8.2/10 dari IMDB. Squid Game merupakan drama tentang orang miskin yang terlilit hutang dan diundang untuk bermain permainan masa kecil.

Seong Gi-Hun bergabung karena selalu dikejar rentenir, ibunya memerlukan operasi, dan juga ketidakmampuan finansial membuatnya kehilangan hak asuh. Sahabat karibnya, Sang-Woo yang merupakan lulusan Universitas Nasional Korea, hidupnya juga tak mujur. Ia digugat atas penggelapan uang dan memiliki hutang miliaran won. Sedangkan Il-Nam merasa hidupnya tak berguna karena tumor di kepalanya.

Awalnya, tak ada kecurigaan apapun. Namun, saat babak pertama dimulai, mereka melihat banyaknya mayat dari pemain yang kalah. Ya, peraturan dalam permainan itu ialah bagi yang kalah, ia akan mati.

Saat permainan berakhir, mereka baru mengetahui jika setiap nyawa yang melayang tersebut dihargai 100 juta won. Semakin banyak yang mati, semakin banyak hadiah yang diperoleh.

Merasa hidupnya terancam, para pemain melakukan pemilihan suara yang menentukan akan dilanjutkan atau dihentikan permainan tersebut. Mayoritas suara pun ingin berhenti.

Mereka pun dipulangkan. Namun begitu, karena hidup di bawah garis kemiskinan dan tumpukan hutang yang menggunung membuat mereka ingin kembali dan memenangkan permainan.

Drama ini menggambarkan betapa jahatnya kapitalisme. Orang-orang kaya itu seharusnya membagikan uangnya bukan menjadikan nyawa manusia sebagai bagian dari kesenangan. Bagi pendukung kapitalisme, keserakahan dianggap baik karena mendorong keuntungan. Ya, saking serakahnya para pemain, mereka kehilangan nuraninya dengan mengabaikan orang-orang yang mati secara langsung di hadapan mereka.

Ada benarnya jika uang merupakan sumber kejahatan. Bagaimana tidak para pemain sudi menipu, menginjak, mendorong, dan membunuh lawannya. Itu dilakukan hanya demi uang yang akan membawa mereka jauh dari neraka dunia. Termasuk Gi-Hun yang menipu Il-Nam dan juga Sang-Woo yang menipu dan membunuh lawan mainnya.

Uang begitu memabukkan. Hasrat untuk memperoleh kemenangan nampaknya membuat orang-orang itu lupa jika para pemain lainnya adalah manusia. Semuanya hanya memikirkan satu hal: MENANG. Mereka tidak memedulikan apapun.

Mereka akan bebas dan berharap kehidupannya akan jauh lebih baik. Namun apa yang terjadi? Kosong. Meski menjadi pemenang, Gi-Hun merasa ia menjadi binatang karena diadu oleh sahabatnya dan pemain lainnya.

Mereka ialah korban dari kapitalisme beracun. Semakin banyak uang yang dihasilkan akan semakin baik. Semakin banyak orang yang mati, semakin besar hadiahnya, dan semakin dekat dengan kemenangan.

Menonton drama ini dapat membayangkan betapa kuasa uang dapat menghancurkan kehidupan. Tanpa disadari, hari ini, begitu banyak orang yang menghalalkan segala cara untuk bertahan hidup. Termasuk mengambil hak orang miskin demi memenuhi rekening yang dimiliki. Begitu pun segelintir orang yang menyingkirkan orang lain untuk memperoleh jabatan lebih tinggi.

Uang memang bisa menyelesaikan beberapa masalah dalam hidup, namun begitu, perlu diingat kemalangan orang lain bukan keberuntungan bagi diri sendiri. Untuk menjalani hidup, berlakulah seperti manusia karena keserakahan akan menempatkan orang-orang menjadi binatang seperti drama tersebut. [ysn]