BARISAN.CO – Pernahkah Anda melihat dan merasakan anak yang sering marah-marah, menangis dengan histeris dan menjerit-jerit ketika meminta sesuatu, hingga melukai diri sendiri atau merusak barang karena keinginannya tidak terpenuhi? Banyak orang tua khususnya ibu yang merasa kewalahan untuk memahami perilaku anak dan mencegahnya. Ya, hal demikian disebut dengan temper tantrum.
Temper Tantrum adalah suatu kondisi anak ketika ia meluapkan emosi yang meledak-ledak secara tidak stabil. Temper tantrum biasanya muncul pada anak usia 15 bulan hingga 6 tahun.
Bentuk Perilaku tersebut dilakukan anak dengan tujuan untuk menyampaikan keinginannya dengan memberikan ancaman yang teekesan histeris. Hal ini supaya apa yang diinginkan anak dapat diberikan, dituruti maupun didapatkan. Tidak hanya keinginannya yang tidak terpenuhi, sikap rasa tidak senang dengan apa yang ia lakukan ataupun tidak senang dengan orang lain juga dapat menjadi pemicu anak mengalami temper tantrum.
Anak yang terbiasa memiliki pola hidup yang kurang teratur, seperti pola makan, pola tidur dan pola bermain yang tidak teratur akan memunculkan emosi-emosi yang tidak stabil dan menimbulkan temper tantrum. Selain itu, anak yang cenderung mudah tantrum dikarenakan adanya suasana hati yang lebih negatif, sulit beradaptasi, dan sensitif.
Situasi temper tantrum sering terjadi ketika anak berada di rumah seperti akan mandi, makan,atau saat bermain. Selain di rumah, anak mengalami tantrum di rumah makan, tempat bermain atau pun supermarket.
Bentuk ekspresi temper tantrum pada tiap rentang usia anak terlihat berbeda, untuk anak dibawah 3 tahun mereka sering menangis, menggigit, memukul, menendang menjerit, melempar badan ke lantai, hingga membentur-benturkan kepala.
Pada usia 3-4 tahun perilaku tantrumnya ditambah dengan hentakan kaki, membanting pintum mengkritik dan merengek. Rentang usia 5 tahun ke atas perilakunya semakin meluas yaitu sering memaki, menyumpahkan sesuatu, meukul, memecahkan barang dengan sengaja serta mengancam.
Faktor penyebab
Ada beberapa faktor penyebab temper tantrum pada anak, diantara seperti ketidakmampuan anak mengungkapkan diri, terhalangnya keinginan anak untuk mendapatkan sesuatu, tidak terpenuhinya kebutuhan, pola asuh orang tua seperti terlalu memanjakan anak sehingga anak merasa berhak menerima apapun yang ia inginkan.
Orangtua yang mendidik anak dengan tidak konsisten juga bisa menyebabkan anak mudah mengalami tantrum. Dalam keadaan lapar atau dalam keadaan sakit dan stres serta merasa tidak aman juga dapat memicu perilaku tantrum pada anak. Semua hal tersebut menyebabkan anak menjadi frustrasi dan terungkap dalam bentuk tantrum.
Hal di atas mungkin nampak biasa dialami anak-anak, namun bagi orangtua atau guru merasa kesulitan dan tertekan apabila perilaku tantrum anak terjadi dengan frekuensi yang tinggi.
Yang perlu anda ingat, perlikau temper tantrum anak disetiap rentang usia berbeda sehingga pemberian penanganan juga menyesuaikan.
Startergi penanganan
Strategi berikut setidaknya dapat membantu orang tua yang kesulitan menghadapi anak yg sedang temper tantrum :
- Berikan peringatan khusus dan tegas untuk si anak tanpa marah maupun memukul anak
- Sebaiknya tidak perlu memberikan reward ketika anak sudah tidak marah, hal ini akan menjadikan strategi anak untuk mendapatkan sesuau yg ia inginkan. Cukup berikan pujian dan motivasi untuk anak.
- Hindarilah benda-benda berbahaya ketika si anak marah meledak ledak
- Tetaplah berusaha menghentikan tantrum anak terutama ketika berada di tempat umum
- Berilah ketenangan dan rasa aman pada anak, setelah tenang berilah pengarahan dan evaluasi apa yg membuat anak marah/menangis. Berilah nasehat dengan penuh kasih sayang perilaku mana yg seharusnya dilakukan dan yang tidak semestinya untuk diperlihatkan. Berikan pengarahan sesuai pemahaman bahasa dan kognitif anak.
Bagi orangtua yg tidak merasakan anak dengan temper tantrum atau tidak merasa kesulitan, baiknya tetap memberikan usaha preventif pada anak, seperti
- Berikan aktivitas yang positif dan bervariasi pada anak supaya anak tidak bosan
- Biasakan komunikasi yang terbuka (dua arah) pada anak
- Hindari adanya hukuman fisik, jangan sampai budaya kekerasan diterapkan di keluarga
- Terapkan sense of humor pada anak, humor dapat menjadi alternatif cara supaya anak tidak merasa gelisah cemas dan stres. Humor juga dapat meningkatkan keprcayaan diri anak dan menyelamatkan anak dari kemarahannya.
Kerjasama dari orangtua, pengasuh ataupun guru akan menjadi pemecahan masalah bagi problematika anak.