Naifah Uzlah, Koordinator dari Fossil Free Universitas Indonesia, yang turut hadir dalam aksi diam tersebut mengatakan “Sebagai bagian dalam kehidupan kita mahasiswa di UI, BNI harusnya mempertimbangkan dampak aktivitas bisnisnya terhadap kehidupan dan masa depan kita,” ungkap Naifah Uzlah.
Sebelumnya seruan yang lebih keras sebenarnya sudah pernah diutarakan oleh ekonom UI Faisal Basri melalui akun media sosialnya. Dosen UI itu justru mengajak orang-orang untuk memboikot bank-bank yang masih mendanai energi kotor batubara.
Meskipun aksi komunitas Fossil Free Universitas Indonesia (FF UI) dan Climate Rangers Jakarta (CRs Jakarta) itu tidak selugas Faisal Basri, bukan berarti bisa diabaikan begitu saja. Suara – suara mahasiswa itu bisa saja menjadi sebuah bola salju yang akan terus menggelinding dan membesar. Bukan tidak mungkin dampaknya bisa lebih merugikan bank-bank pendana batubara, daripada seruan boikot dari ekonom UI Faisal Basri.
Bagiamana tidak, anak-anak muda itu selain melakukan aksi di kantor pusat BNI juga menggalang dukungan publik di ranah digital. Melalui petisi di platform https://www.change.org/GaPakeNanti, anak-anak muda itu mendesak BNI mengalihkan pendanaan mereka dari batubara ke energi terbarukan. Petisi mereka bertajuk, ”Dirut BNI: Stop Danai Batu Bara, Alihkan Uang Kami dari Perusak Masa Depan”.
Chief Executive Officer (CEO) BNI tidak bisa mengabaikan suara-suara yang menginginkan bank itu menghentikan pendanaan ke proyek batubara. CEO BNI harus memahami bahwa saat ini kesadaran anak-anak muda di Indonesia terhadap krisis iklim semakin meningkat. Lembaga survei Indikator Politik Indonesia misalnya, pada tahun ini merilis temuan survei nasional bahwa kelompok Gen Z (usia 17-26), yang tahu atau sadar tentang isu perubahan iklim sebanyak 85%. Sementara dari kelompok generasi milenial, yang tahu atau sadar tentang isu tersebut adalah sebanyak 79%.
Temuan itu makin diperkuat dengan survai dari Yayasan Indonesia Cerah dan Change.org Indonesia. Hasil survei mereka mengungkapkan bahwa 88 persen dari 8000 responden yang berusia 21-30 tahun di 34 provinsi di Indonesia menyatakan sangat khawatir terhadap dampak-dampak krisis iklim.
Anak-anak muda, yang saat ini mengirim pesan ke BNI agar menghentikan pendaanan untuk batubara, akan menjadi para profesional muda dalam 5-10 tahun mendatang. Artinya, BNI dalam 5-10 kedepan berpotensi kehilangan nasabahnya bila tetap mempertahankan kebijakan pendanaannya ke proyek-proyek batubara.
Jika itu terjadi maka upaya BNI merawat nasabah potensialnya selama ini dengan bekerjasama dengan kampus-kampus akan berakhir dengan percuma. CEO BNI dan juga warga Indonesia tentu tidak ingin bank BUMN papan atas di negeri ini terpuruk hanya karena salah merespons suara-suara konsumennya yang mulai meningkat kesadarannya atas krisis iklim.