KONFERENSI Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim PBB atau Conference of the Parties (COP26) telah usai di awal November lalu. Namun justru aksi iklim anak-anak muda Indonesia sepertinya baru dimulai. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) misalnya, bersama Greenpeace Indonesia dan 350.org Indonesia menggelar mimbar bebas internasional via Zoom, berjudul ‘Conference of Students: Response of COP26’ pada 23 November atau 10 hari setelah COP 26 berakhir. Konferensi itu dihadiri mahasiswa dari berbagai negara.
Tidak berhenti sampai di situ. Hanya berselang 3 hari setelah ‘Conference of Students: Response of COP26 digelar, beberapa anak muda dari komunitas Fossil Free Universitas Indonesia (FF UI) dan Climate Rangers Jakarta (CRs Jakarta) melakukan aksi damai di depan Gedung Graha Bank Nasional Indonesia (BNI), Jakarta.
Di tengah terik matahari, anak-anak muda itu membentang spanduk yang berisi, ”Tepati Komitmen, Stop Danai Batubara, Perusak Masa Depan Kami”. Sementara anak muda lainnya mengacungkan poster bertuliskan, ”BNI Berhentilah Mendanai Bencana Iklim.”
Ada apa dengan BNI dan krisis iklim? Kenapa kali ini bank BUMN papan atas itu yang menjadi sasaran aksi anak-anak muda? Bukankah BNI di berbagai kesempatan mengklaim sebagai green banking (bank hijau), yang ramah lingkungan hidup?
Dalam Laporan Keberlanjutan BNI tahun 2020, Direktur Utama BNI Royke Tumilaar, memang telah mengungkapkan, “Kami mengimplementasikan keuangan berkelanjutan, yang salah satunya bertujuan untuk mengurangi emisi GRK.”
Namun, anak-anak muda itu tampaknya kecewa, karena apa yang diungkapkan di atas kertas berbeda dengan fakta yang ada di lapangan. Dalam laporan sebuah lembaga yang berbasis di Jerman (Urgewald), BNI justru menjadi salah satu dari enam bank di Indonesia yang masih memberikan pinjaman ke industri batubara.
“Energi fosil telah terbukti memperparah krisis iklim,” ungkap Dwi Tamara dari Climate Rangers Jakarta seperti ditulis dalam siaran pers mereka, “Bencana ekologi yang saat ini terjadi sudah menjadi peringatan bagi manusia untuk berhenti menggunakan energi fosil. Sayangnya, beberapa perbankan, seperti BNI, masih mendanai energi fosil.”
BNI adalah bank BUMN itu yang paling dekat dengan kehidupan anak-anak muda di kampus. Selama ini, BNI telah bekerja sama dengan 166 kampus di seluruh Indonesia. Jadi, ribuan mahasiswa dalam kampus tersebut sudah tidak asing lagi dengan bank BUMN itu. Mereka kesal, karena justru bank yang sudah akrab dengan kehidupan mereka ikut mendanai krisis iklim yang mengancam masa depannya.
Naifah Uzlah, Koordinator dari Fossil Free Universitas Indonesia, yang turut hadir dalam aksi diam tersebut mengatakan “Sebagai bagian dalam kehidupan kita mahasiswa di UI, BNI harusnya mempertimbangkan dampak aktivitas bisnisnya terhadap kehidupan dan masa depan kita,” ungkap Naifah Uzlah.
Sebelumnya seruan yang lebih keras sebenarnya sudah pernah diutarakan oleh ekonom UI Faisal Basri melalui akun media sosialnya. Dosen UI itu justru mengajak orang-orang untuk memboikot bank-bank yang masih mendanai energi kotor batubara.
Meskipun aksi komunitas Fossil Free Universitas Indonesia (FF UI) dan Climate Rangers Jakarta (CRs Jakarta) itu tidak selugas Faisal Basri, bukan berarti bisa diabaikan begitu saja. Suara – suara mahasiswa itu bisa saja menjadi sebuah bola salju yang akan terus menggelinding dan membesar. Bukan tidak mungkin dampaknya bisa lebih merugikan bank-bank pendana batubara, daripada seruan boikot dari ekonom UI Faisal Basri.