BARISAN.CO – Pada hari pertama pertemuan World Health Assembly ke-74, Senin (24/5/2021), Taiwan mengkritisi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menghitung mereka sebagai bagian dari China.
World Health Assembly adalah pertemuan tahunan anggota WHO yang berfokus pada pencegahan bencana pandemi berikutnya. Selain kepada WHO, dikutip dari al-Jazeera, Taiwan juga melancarkan kritiknya kepada China yang dianggap telah memberikan tekanan politik kepada negara-negara dunia untuk tak mengakui Taiwan.
Dikenal sebagai Republik Tiongkok oleh WHO maupun di WHA, Taiwan dikeluarkan setahun setelah Beijing secara resmi diterima oleh PBB tahun 1972. Di masa kepemimpinan Ma Ying-jeou yang cukup ramah terhadap China, dari tahun 2009 hingga 2016, Taiwan diundang untuk hadir sebagai pengamat.
Sayangnya, ketika Tsai Ing-wen menjabat sebagai presiden menggantikan Ma, tawaran itu dibatalkan. Ini disebabkan oleh penolakan Tsai untuk menjadi Taiwan menyatu dengan China dalam satu bagian wilayah.
Tidak dapat dipungkiri, Taiwan menjadi salah satu negara yang berhasil menahan laju penyebaran virus Covid-19. Meskipun begitu, akibat seruan China yang menganggap Taiwan adalah bagian dari wilayahnya, Taiwan terpaksa terisolasi selama lima tahun berturut-turut dari WHO dan WHA.
Nauru yang mewakili pendukung Taiwan memperingatkan bahwa pengecualian Taiwan bertentangan dengan prinsip dan tujuan mendasar dari WHO. “Tekanan politik dari suatu negara seharusnya tidak terus melegitimasi Taiwan dikecualikan.”
Dukungan kepada Taiwan juga datang dari negara G7, yang menyampaikan bahwa partisipasi Taiwan di WHO dan WHA akan bermakna. Bahkan G7 mengampanyekan melalui media sosial dengan tagar #LetTaiwanHelp, yang mendesak agar WHA mengundang Taiwan.
China Jegal Taiwan dengan Vaksin dan Utang
Dikutip dari NBC News, beberapa bulan terakhir, China telah mengekspor lebih dari 165 juta dosis vaksin buatannya ke Amerika Latin dan Karibia. Menurut data Pan American Health Organization, beberapa negara Amerika Latin termasuk Chili, El Salvador, Brazil, dan Uruguay hampir sepenuhnya mengandalkan vaksin buatan China.
Kini, Honduras dan Paraguay menghadapi kekurangan vaksin, namun belum menerima dosis dari negeri tirai bambu tersebut. Kedua negara itu mendapatkan penawaran vaksin dengan syarat memutuskan hubungan dengan Taiwan karena bagi China, Taiwan merupakan bagian dari wilayahnya.
Pejabat senior Honduras, Carlos Alberto Madero mengatakan kebutuhan vaksin menempatkan negaranya dalam situasi yang sangat sulit, namun tidak dapat dikesampingkan jika harus memutuskan hubungan dengan Taiwan.
Direktur Pusat Amerika Latin, Jason Marckzak mengecam tindakan China tersebut. Jason menyebut China berusaha mengalihkan narasi dari China yang menjadi pusat masalah Covid menjadi pusat solusi.
Meskipun China membantahnya, ada berbagai bukti dari cara China membuat negara-negara di Amerika Latin dan Karibia memutus hubungan diplomatik dengan Taiwan.
Salah satunya adalah saat China mendanai proyek-proyek di Karibia termasuk gedung-gedung pemerintah, jalan raya, dan stadion kriket di Antigua, Jamaika, Grenada, St. Lucia, dan negara kecil Dominika serta berinvestasi miliaran dolar untuk pelabuhan dan resor baru: Dua negara seperti Grenada dan Dominika memutus hubungan dengan Taiwan.
Sejak 2017 lalu, China telah menggunakan kekuasaan ekonominya agar negara-negara memutus hubungan diplomatik dengan Taiwan. Bagi negara yang menolak, China akan menutup akses pembiayaan pekerjaan umum dan akses perdagangan seperti yang dialami Paraguay.
Profesor penelitian studi Amerika Latin di U.S. Army WAR College Strategic Studies Institute, R. Evan Ellis mengungkapkan China menjual bukan menyumbang vaksin di Amerika Latin.
“Namun demikian, di media sosial dan media pemerintah China digambarkan datang membantu negara-negara Amerika Latin saat mereka menghadapi pandemi,” tutur Ellis. [dmr]
Diskusi tentang post ini