BARISAN.CO – Seseorang terkadang mengalami nasib baik dan nasib buruk, ketika ia mendapatkan nasib buruk maka dianggap takdir. Sebenarnya antara nasib dan takdir itu berbeda, persamaanya keduanya adalah ketetapan Allah Swt. Sedangkan perbedaannya jika nasib adalah hasilnya, sementara takdir ada pada nilai atau ukurannya.
Lantas apa pengertian takdir? Takdir adalah ketetapan Allah Swt pada seluruh alam semesta yang telah dituliskan dalam lauhul mahfudz yakni kitab yang menuliskan seluruh catatan tentang takdir yang terjadi di alam semesta.
Sedangkan takdir terbagi menjadi 2 yakni takdir mubram dan takdir muallaq. Takdir mubram adalah ketetapan Allah Swt yang tidak dapat diubah, sedangkan takdir muallaq artinya ketetapan Allah Swt yang dapat diubah yakni melalui usaha atau ikhtiar.
Adapun takdir mubram atau ketentuan Allah Swt yang tidak dapat diubah contohnya terjadinya kiamat, bencana maupun musibah. Selain itu perputaran isi alam semesta atapun gravitasi bumi, kematian, dan jodoh.
Contoh dari takdir muallaq atau ketentuan yang dapat dibuah yakni rezeki atau nikmat Allah Swt yang diberikan hambanya. Selain itu juga kesehatan, kecerdasan maupun kebijaksanaan.
Takdir dan kebebasan manusia
Sebagaimana nasib, kebebasan manusia juga dibatasi takdir. Manusia memiliki keinginan dan kebutuhan ini dan itu namun dibatasi dengan takdir.
Adapun cara bagaiamana takdir dapat dibuah atau takdir muallaq yakni salah satunya berikhtiar dengan doa. Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda:
إن العبد ليحرم الرزق بالذنب يصيبه، وإن القضاء لا يرده إلا الدعاء، وإن الدعاء مع القضاء يعتلجان إلى يوم القيامة، وإن البر يزيد في العمر
Artinya: “Sesungguhnya seorang hamba terhalangi dari rizkinya karena dosa yang dilakukannya. Sesungguhnya takdir itu tidaklah berubah kecuali dengan doa. Sesungguhnya doa dan takdir saling berusaha untuk mendahului, hingga hari kiamat. Dan sesungguhnya perbuatan baik (kepada orang tua) itu memperpanjang umur.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
Tokoh tasawuf yakni Syekh Ibnu Atha’illah As-Sakandari membahas persoalan ini pada pasal 3 yakni tentang himmah dan qadar. Dalam maqolahnya Syekh Ibnu Atha’illah menyampaikan:
سَوَابِقُ الهِماَمِ لاَ تَحْرِقُ اَسْوَرَالاَقْدَارِ
Artinya: “Kerasnya himmah /semangat perjuangan, tidak dapat menembus tirai takdir.”
Hal ini dicontohkan dengan pernyataan bahwa kejadian yang luar biasa dari seorang wali itu, tidak dapat menembus keluar dari takdir. Oleh karena itu segala apa yang terjadi semata-mata hanya dengan takdir Allah.
وَمَا تَشَآءُونَ إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
Artinya” “Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Insan: 30)
Allah Swt berfirman:
وَمَا تَشَآءُونَ إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلْعَٰلَمِينَ
Artinya: “Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. At-Takwir 29).