Menurutnya teori dasar memberantas penyakit adalah vaksin, namun Covid-19 hingga saat ini belum ada literaturnya. “Vaksinnya dibuat 50 persen bisa berhasil, bisa gagal. Artinya tidak ada referensi,” katanya.
Apalagi Covid-19 adalah saudara virus SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) yang muncul di China 2012 silam. Sampai sekarang vaksin SARS belum berhasil dibuat. Padahal salah satu pembuat vaksin itu adalah Sinovac.
“Laporan yang dibuat dari industri China itu, aspek pre klinis diuji cobakan pada monyet Makaka rhesus. Hasilnya ada tanda tanya, kenapa tiga dosis yang disuntikan pada Monyet tidak muncul kejadian-kejadian seperti pada SARS. Apakah virus ini berbeda jauh dengan SARS atau ada yang kurang dari riset-riset klinisnya?” papar Nidom.
Uji klinis vaksin SARS menunjukkan ada efek negatifnya yaitu munculnya ADE (Antibody-Dependent Enhancement). ADE adalah fenomena virus berikatan dengan antibodi untuk menginfeksi sel inang.
Saat ADE muncul, virus Corona yang sebelumnya menginfeksi sel pernapasan akan masuk melalui sel mikrofag (sel darah putih). Akibatnya virus akan mengganas.
Jika menginfeksi saluran pernapasan, virus terlontar lewat droplet. Gejala klinisnya demam, batuk, pilek dan sebagainya. Tapi kalau lewat mikrofag bisa merusak imun dan infeksi berlangsung kronis.
Untuk itu Nidom mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati. Sebelum pelaksanaan vaksinasi alangkah baiknya jika pemerintah melakukan uji ulang. Dengan menggunakan hewan yang sama dan lihat apa yang terjadi.
“Indonesia mengimpor jangan sampai kehilangan data dasar. Ulang riset ke model hewan yang sama kemudian reaksi apa yang terjadi,” jelas peneliti Surabaya ini.
Pendapat Nidom dibantah oleh Kusnandi Rusmil, profesor di Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Menurutnya fenomena ADE sudah menjadi perhatian dalam riset pengembangan vaksin Covid-19 yang dipimpinnya. Sejauh ini fenomena ADE hanya terlihat pada Dengue (virus demam berdarah) dan sejenisnya, tapi tidak pada virus lain.
Fenomena ADE yang terlihat pada kasus SARS, Ebola, dan HIV itu hanya ditemukan pada percobaan cawan petri laboratorium. Tidak menggambarkan fenomena di manusia.
“Sudah lebih 140 vaksin yang dibuat dan diuji klinis pada manusia, tapi hingga saat ini belum terbukti terjadinya ADE. Namun begitu perlu kewaspadaan dan monitoring terhadap keamanan vaksin tetap harus dilakukan,” tutup Kusnandi.
Plus-Minus Vaksinasi
Manusia hidup di dunia tak sendiri. Ada banyak makhluk hidup lainnya di sekitarnya. Salah satunya adalah kuman seperti bakteri, virus, parasit dan jamur. Mereka hidup di sekitar manusia dan juga tubuh manusia itu sendiri.
Jika kuman hidup dalam tubuh seseorang yang rentan akan menyebabkan penyakit dan kematian. Luar biasanya, tubuh memiliki banyak cara untuk mempertahankan diri dari serangan patogen atau kuman.
Kulit, lendir, silia (rambut mikroskopis yang memindahkan kotoran dari paru-paru) bekerja sebagai penghalang fisik untuk mencegah patogen masuk dalam tubuh.
Ketika patogen menginfeksi tubuh, pertahanan tubuh di dalam bereaksi. Itulah yang dinamakan antibodi atau sistem kekebalan tubuh akibat reaksi serangan patogen.
Setiap patogen terdiri dari beberapa sub bagian yang menyebabkan pembentukan antibodi. Sub bagian itu disebut antigen. Antibodi seperti tentara dalam sistem pertahanan tubuh dan mereka dilatih untuk mengenali satu antigen tertentu.
Ada ribuan antibodi berbeda di dalam tubuh. Ketika tubuh manusia terpapar antigen, sistem imun membutuhkan waktu untuk merespon dan memproduksi antibodi khusus untuk antigen tersebut.