Scroll untuk baca artikel
Blog

Tanda Tanya Efektivitas Vaksinasi Covid-19

Redaksi
×

Tanda Tanya Efektivitas Vaksinasi Covid-19

Sebarkan artikel ini

Meski efficacy atau efikasi Sinovac mencapai 65 persen, Suhartono tidak yakin Sinovac efektif terhadap kasus Covid-19 di Indonesia. Berdasarkan analisisnya jika efikasi sinovac 65 persen maka kemungkinan 35 persen dari populasi penduduk Indonesia akan gagal menerima manfaat vaksin.

Tujuan program vaksinasi adalah tercapainya herd immunity atau kekebalan komunitas. Dari perhitungan variabel angka reproduksi Covid-19 dan jumlah populasi, herd immunity yang harus dicapai di Indonesia sebesar 70 persen.

“70 persen populasi Indonesia adalah 173 juta penduduk. Jika efikasi hanya 65 persen, ada 35 persen atau 59 juta penduduk Indonesia yang gagal menerima manfaat meskipun sudah divaksin,” papar Suhartono.

Keraguan terhadap efektivitas Sinovac juga pernah muncul dari Ketua Tim Riset Corona dan Formulasi Vaksin Profesor Nidom Foundation (PNF) Prof. dr. Chairul Anwar Nidom.

Menurutnya teori dasar memberantas penyakit adalah vaksin, namun Covid-19 hingga saat ini belum ada literaturnya. “Vaksinnya dibuat 50 persen bisa berhasil, bisa gagal. Artinya tidak ada referensi,” katanya.  

Apalagi Covid-19 adalah saudara virus SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) yang muncul di China 2012 silam. Sampai sekarang vaksin SARS belum berhasil dibuat. Padahal salah satu pembuat vaksin itu adalah Sinovac.

“Laporan yang dibuat dari industri China itu, aspek pre klinis diuji cobakan pada monyet Makaka rhesus. Hasilnya ada tanda tanya, kenapa tiga dosis yang disuntikan pada Monyet tidak muncul kejadian-kejadian seperti pada SARS. Apakah virus ini berbeda jauh dengan SARS atau ada yang kurang dari riset-riset klinisnya?” papar Nidom.

Uji klinis vaksin SARS menunjukkan ada efek negatifnya yaitu munculnya ADE (Antibody-Dependent Enhancement). ADE adalah fenomena virus berikatan dengan antibodi untuk menginfeksi sel inang.

Saat ADE muncul, virus Corona yang sebelumnya menginfeksi sel pernapasan akan masuk melalui sel mikrofag (sel darah putih). Akibatnya virus akan mengganas.

Jika menginfeksi saluran pernapasan, virus terlontar lewat droplet. Gejala klinisnya demam, batuk, pilek dan sebagainya. Tapi kalau lewat mikrofag bisa merusak imun dan infeksi berlangsung kronis.

Untuk itu Nidom mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati. Sebelum pelaksanaan vaksinasi alangkah baiknya jika pemerintah melakukan uji ulang. Dengan menggunakan hewan yang sama dan lihat apa yang terjadi.

“Indonesia mengimpor jangan sampai kehilangan data dasar. Ulang riset ke model hewan yang sama kemudian reaksi apa yang terjadi,” jelas peneliti Surabaya ini.