Kritik Kaum Marxis
Dua tahun lalu, kita mungkin masih ingat, bagaimana Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjr Effendy menyarankan, agar orang kaya menikahi orang miskin agar memutus rantai kemiskinan.
Muhadjir mengusulkan, hal tersebut menjadi fatwa dan gerakan moral. Menurutnya, ketika orang miskin menikah dengan miskin, maka akan menciptakan keluarga miskin baru.
Sementara, mengutip Blacksacademy, kaum Marxis berpendapat, keberadaan orang miskin bermanfaat bagi kelas penguasa. Kemiskinan meningkatkan motivasi kelas pekerja untuk bekerja. Mereka yang bekerja juga menerima imbalan tidak setara. Adanya upah yang rendah mengurangi tuntutan upah tenaga kerja secara keseluruhan.
Herbert J. Gans bahkan mengidentifikasi tiga peran yang membuat kemiskinan “berguna” bagi kapitalis. Pertama, pekerjaan sementara, jalan buntu, kotor, berbahaya, dan kasar dilakukan oleh orang miskin.
Kedua, kemiskinan menciptakan lapangan kerja dan karir bagi masyarakat kelas menengah.
“Kemiskinan menciptakan lapangan kerja untuk sejumlah pekerjaan dan profesional yang melayani orang miskin atau melindungi penduduk lainnya dari mereka,” tulisnya.
Ini termasuk kebijakan, petugas masa percobaan, pekerja sosial, psikiater, dokter dan pegawai negeri. Sehingga, ada industri kemiskinan.
Gans menyatakan, para pekerja ini mungkin idealis, tetapi mereka memiliki kepentingan dalam keberadaan kemiskinan yang berkelanjutan.
Terakhir, Herbert menegaskan, orang miskin membuat orang lain merasa lebih baik.
“Kemiskinan membantu menjamin status mereka yang tidak miskin. Para pembela keinginan kerja keras, hemat, kejujuran dan monogami membutuhkan orang-orang yang dapat dituduh malas, boros, tidak jujur dan bebas untuk membenarkan norma-norma ini,” jelasnya.